Katakanlah itu empat bulan, tapi jika pasti ada, masih bolehlah diurus dan ditunggu. Tapi bagaimana jika setelah empat bulan ditunggu ternyata jawabannya kembali seperti yang sudah diceritakan di atas: sebab mereka bukan bayi yang baru lahir, maka mereka tidak bisa mendapatkan Akte Kelahiran?
Jadi Haruskah Kami Mengurus Lewat Jalan Belakang?
Kami tak suka cara ini, sungguh.
Itu sebabnya walau para asisten rumah tangga dan keluarganya sudah putus asa, dan walau kami harus mengijinkan asisten rumah tangga kami untuk pulang dulu ke kota kelahirannya yang jaraknya sekitar seribu kilometer dari tempat kami tinggal untuk mengurus lewat jalur resmi, kami memilih melakukan itu dulu.
Tapi jika tidak bisa, lalu apa?
Pilihannya hanya: batal berangkat umroh atau mengurus surat- surat melalui jalan belakang. Nembak.
Yang kami dengar, akte kelahiran sebagai syarat pembuatan passport itu bisa 'ditembak'. Ada orang- orang yang bisa menguruskan akte kelahiran instan yang penggunaannya terbatas untuk pembuatan passport. Entah bagaimana caranya.
Masalahnya adalah, akte itu sendiri tak akan pernah diberikan pada orang yang dibuatkan aktenya. Biasanya orang yang mengurus akte ini juga membantu mengurus pembuatan passport. Maka ada biaya pengurusan akte, biaya pembuatan passport dan uang jasa yang mengurusnya.
Passport bisa keluar dengan cara ini, dan akte kelahiran yang (konon) pernah diterbitkan digunting dan tidak pernah diberikan pada 'pemiliknya'.
Tapi bukankah nanti saat mengurus visa untuk umroh, ada lagi dokumen- dokumen yang diminta, termasuk akte kelahiran?
Jadi walaupun passport sudah di tangan, misalnya, maka jika akte kelahiran itu dokumennya tidak pernah diberikan, apa yang harus diberikan saat mengurus visa untuk umroh nanti?