Hari itu, aku datang sendiri memenuhi undangan dari sekolah. Suamiku kebetulan tak dapat hadir.
Kubuka perlahan amplop hasil pemeriksaan psikologi yang dibagikan pada setiap orang tua.
Kuintip sedikit bagian kesimpulan dan angka IQ yang tertulis disitu.
Aku tercengang.
Salah lihat barangkali aku, ya?
Kubaca lagi angka itu.
Tak berubah.
Para orang tua di sekitarku mulai saling mengomentari dan bertanya pada sebelah- menyebelah tentang hasil test psikologi yang baru dibagikan, disusul dengan pertanyaan " Masuk (kelas akselerasi) nggak, anaknya? "
Aku sendiri masih terbingung- bingung.
Pada dasarnya, aku ini bukan orang tua yang terlalu senang membandingkan anaknya dengan anak- anak lain. Jika ada pembanding, yang biasa kulakukan adalah membandingkan anakku dengan dirinya sendiri di masa sebelumnya. Jika dia menunjukkan kemajuan, maka itu bagus sekali. Sesederhana itu.
Aduh, kenapa juga suamiku tidak bisa hadir ya, pikirku. Dalam situasi seperti itu, hanya ayah anak- anakku itu yang kuinginkan menjadi teman bicara.