[caption id="attachment_259059" align="aligncenter" width="348" caption="Gambar: joshuapundit.blogspot.com"]
Menyadari karakteristik dan potensi kedua anak terbesarku, telah beberapa tahun aku melakukan telaah literatur tentang anak- anak yang memiliki intelegensi tinggi. Kupelajari karakteristik mereka. Kuserap berbagai informasi dan referensi.
Suka atau tidak suka, kutahu setelah itu bahwa kecerdasan seseorang dibagi dalam beberapa kelompok. Dan ada garis batas angka tertentu dimana anak dengan score IQ di atas itu dimasukkan ke dalam kategori 'gifted' -- berbakat.
Lalu, yang gifted ini dikelompokkan lagi.
Anak sulung kami ternyata secara intelegensi kategorinya moderate gifted. Hasil test IQ maupun karakteristiknya memang cocok dengan apa yang dijelaskan dalam tulisan- tulisan yang kubaca.
Konon, anak- anak dalam kelompok ini adalah anak- anak yang paling bahagia di sekolah. Sebab pelajaran sekolah tak pernah menyulitkan mereka. Juga, mereka masih bisa memahami mengapa kerutinan dan aturan di sekolah itu harus ada.
Ada lagi yang disebut highly gifted. Disinilah anak tengahku berada. Tak heran jika dia sering bingung melihat dunia. Atau tak dipahami dunia. Sebab, prosentase orang yang masuk kelompok ini sangat kecil.
Kumengerti kini pasal riwayat mogok sekolahnya. Secara karakter, anak- anak dalam kelompok ini memang tak cocok bersekolah di sekolah regular. Mereka berkebutuhan khusus. Di negara- negara maju anak seperti itu dibuatkan sekolah tersendiri.
Dan rasanya bisa kuraba di kelompok mana anak bungsuku berada.
Kuduga, dia ada di kelompok yang sama dengan kakak sulungnya. Moderate gifted. Maka secara teori, dia bisa menjadi anak yang bahagia di sekolah, dengan prestasi cemerlang secara akademik. Begitu yang terjadi di play group, begitu pula di taman kanak- kanak. Tapi, memang dia banyak murung saat sudah duduk di Sekolah Dasar.
Aku dan ayahnya berusaha menghibur dan menjembatani keluhannya.