Entah sedang mempercakapkan apa, pada suatu pagi Bapak berpesan pada adikku untuk menjual sebidang tanah yang dimilikinya. Secara spesifik Bapak menyebutkan satu kavling tertentu yang dimaksudkan.
Adikku menyanggupi untuk mencari pembeli, termasuk memasang iklan penjualan tanah itu di koran.
Lalu di pagi yang sama, setelah bertemu dengan Bapak, adikku ada keperluan untuk mengurus kendaraannya. Pergilah dia ke bengkel.
Tiba- tiba, di bengkel itu seseorang menyapanya.
Adikku tak mengenal orang itu, tetapi orang yang menyapa rupanya mengenalinya sebagai anak ayahku. Dan tak hujan tak angin, orang tersebut meminta adikku menanyakan kepada Bapak apakah Bapak berniat menjual tanahnya – lalu orang itu menyebutkan lokasi tanah yang dimaksudkannya.
“ Kalau Bapak mau jual tanahnya yang itu, tolong saya duluan yang dihubungi, ya, “ kata orang tersebut.
Adikku tercengang. Lokasi tanah yang disebutkan oleh orang tersebut adalah kavling yang pada pagi harinya diminta oleh Bapak untuk dijual !
Bapak masih memiliki beberapa bidang tanah lagi, tetapi pagi itu spesifik menunjukkan satu kavling tertentu untuk dijual. Dan hanya selang sejam dua jam di pagi yang sama, adikku bertemu calon pembeli bahkan sebelum sempat menawarkan tanah tersebut pada siapapun.
Tak mungkin itu terjadi jika bukan Tuhan yang mengaturnya.
Bukan hanya dimudahkan mencari pembeli, tetapi harga penjualannya juga baik. Harga penawaran diberikan lebih tinggi dibanding harga pasar saat itu dengan maksud agar masih ada ruang untuk tawar menawar, tapi ternyata harga itu bahkan tak ditawar sedikitpun.
Dalam satu minggu transaksi terjadi.