Aku terpaksa menelan senyum dalam hati suatu hari saat mendengar cerita sang ibu bahwa anaknya pernah bertanya apakah dia harus selalu jadi juara dan ibunya menjawab kalau mampu, memang mesti jadi juara. Ehm, kalau mampu, benar. Tapi anak ini sepertinya dipacu lebih dari kemampuannya. Dan sepertinya dia lebih ingin mendapatkan kelonggaran waktu daripada sekedar jadi juara.
Ibunya, tentu saja jadi stress. Sibuk mengecek kesana kemari nilai- nilai teman sekelas anaknya, untuk memastikan sang anak tetap juara. Bahkan pada suatu hari, ibu ini bersikeras meminta anaknya diberi ulangan sekali lagi demi memperbaiki nilai sebab raport bayangan menjunjukkan si anak 'hanya' berada peringkat kedua, selisin nol koma satu dengan seorang anak lain di kelasnya.
Ibu yang tak mau anaknya terkalahkan bersikeras meminta anaknya ditest lagi untuk salah satu mata pelajaran yang nilainya lebih rendah dari pemegang peringkat pertama.
Anaknya akhirnya juara, sebab orang tua anak yang peringkat satu betulan malah tak mau repot- repot mengurusi hal semacam itu dan memilih untuk bicara pada anaknya bahwa tak mengapa jika dia tak jadi juara saat itu sebab dicurangi. Kualitas bintang tetap akan tampak di masa depan. Mendapatkan posisi juara dengan cara yang didapatkan kawannya itu semu, dan tak ada gunanya.
Kasihan si juara semu itu. Berita beredar, dan akibatnya semua orang mengamati,setelah menjadi juara kelas secara semu, apakah anak ini akan memperoleh nilai bagus saat Ujian Nasional?
Saat itu, nilai Ujian Nasional berupa NEM, nilai murni yang diperoleh saat Ujian Nasional itu saja. Maka jadi juara dari nilai raport, bisa berbeda dengan hasil Ujian Nasional.
Sungguh memprihatinkan sebab anak tersebut harus ujian dengan tekanan tambahan seban semua orang memperhatikan gerak gerik dan peolehannya. Aku yakin anak itu bisa merasakan. Dan itu sebetulnya merupakan sebuah tekanan tambahan yang tak perlu baginya.
Tekanan yang harus ditanggung akibat sikap orang tuanya.
Jadilah jaring pengaman ( Masuk sekolah mana nanti ? )
Tekanan dan keresahan yang dirasakan saat Ujian Nasional pada saat anak sulungku duduk di bangku SD itu berlipat sebab nilai Ujian Nasional itu yang akan digunakan sebagai nilai untuk saringan masuk SMP.
Urusan 'masuk ke sekolah mana nanti' itu sejatinya bukan hanya menjadi perhatian orang tua. Anak- anak itu, walaupun masih kecil, sebenarnya juga sudah bisa berpikir satu langkah ke depan.