Mohon tunggu...
Rumah Kayu
Rumah Kayu Mohon Tunggu... Administrasi - Catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Ketika Daun Ilalang dan Suka Ngeblog berkolaborasi, inilah catatannya ~ catatan inspiratif tentang keluarga, persahabatan dan cinta...

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Para Malaikat Melindungi Jamaah Haji dan Keluarganya (Ini Pengalamanku)

11 Oktober 2014   05:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:30 1381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para malaikat melindungi para jamaah haji dan keluarganya.

ITU kalimat yang sering aku dengar. Percaya saja pada Yang Kuasa. Dan pasrah saja, yakin saja bahwa semua akan baik- baik saja. Para malaikat dikirim untuk melindungi jamaah haji dan keluarga yang ditinggalkannya di tanah air.

Begitu yang berulang kali dikatakan orang.

Aku percaya, walau sejujurnya, rasa was was tetap ada.

Pada akhirnya, hal itu terbukti. Para malaikat memang melindungi. Kebaikan, kemurah hatian dan pertolongan datang dari mana- mana.

***

Pra masa puncak haji, di awal- awal perjalanan, saat baru saja tiba di Madinah, aku sakit.

Pusing, demam, sampai menggigil dan harus berbaring di balik selimut.

Maka sebab kondisi kesehatan semacam itu, aku sering berangkat ke Masjid Nabawi saat sudah mepet sekali waktu shalat. Sebab berangkat mepet waktu shalat, sudah pasti berarti tak bisa masuk ke dalam masjid. Shalatnya di halaman.Tak mengapa bagiku. Dalam kondisi seperti itu, bisa shalat berjamaah saja sudah kusyukuri. Tak bisa masuk ke dalam masjid, tak apalah.

Aku berterima kasih luar biasa bahwa Sang Maha Cinta sebelum ini telah memberikan kesempatan bagi aku dan keluargaku untuk dua kali beribadah umroh sebelum datang kesempatan berhaji bagi aku dan suamiku. Jadi aku sudah pernah shalat di Masjid Nabawi sebelumnya, sehingga ketika aku sakit saat musim haji ini ketika berada di Madinah, aku bisa menerima sakitku itu tanpa banyak pertanyaan, tanpa rasa penasaran, tanpa 'gugatan' kenapa harus sakit saat itu sehingga ada kendala bagiku untuk bisa berangkat jauh menjelang waktu shalat agar bisa mendapat tempat di dalam masjid.

Kuterima saja sakitku itu.

Di situlah aku mulai melihat betapa banyak kebaikan dan kemurahan hati bertebaran.

Datang mepet waktu shalat, bahkan halaman Masjid Nabawipun biasanya sudah penuh saat aku datang, aku biasanya mencari dimana saja ada tempat kosong yang cukup untuk satu orang. Dimanapun kutemukan, kugelar sajadahku.

Dan...

Bukan satu dua kali, tapi hampir setiap saat, setiap kali kugelar sajadahku, orang di sebelahku menoleh dan membantu aku merapikan sajadah itu. Kemudian dengan senyum, dan anggukan tulus membalas ucapan terimakasihku.

***

[caption id="attachment_3894" align="aligncenter" width="499" caption="Suasana di Mina dilihat dari tempat melempar jumroh. Dok: rumahkayu"][/caption]

Masih di Madinah, satu hari menjelang keberangkatan kami ke Mekah.

Aku ingin sekali lagi masuk ke Raudhah, Taman Surga, tempat diantara rumah dan mimbar Rasulullah, sebelum meninggalkan Madinah.

Kami sekelompok haji sudah ke Raudhah dua hari sebelumnya dan kusyukuri luar biasa bahwa ketika kami kesana, kami mendapat tempat cukup lowong untuk melaksanakan shalat sunat beberapa rakaat.

Dua hari kemudian, aku kembali ke sana. Sendiri, pagi- pagi.

Hari- hari itu Madinah makin padat. Jumlah jamaah haji yang datang makin banyak. Aku yakin kondisi di Raudhah juga makin padat. Tapi aku tetap ingin mencoba.

Seperti biasa, kupasrahkan saja apa yang akan terjadi pada Dia Yang Maha Mengatur. Apapun yang menjadi kehendakNya, terjadilah. Aku tentu saja mengharapkan yang terbaik, tapi jika bukan rejekiku untuk bisa masuk kembali kesana atau jika bisa masuk tapi terlalu padat hingga tak bisa shalat, akan kuterima saja situasi itu.

Yang terjadi...

Aku hampir tak percaya.

Entah bagaimana, ketika datang, aku bisa melenggang masuk sampai langsung bisa duduk di mulut pintu masuk ke Raudhah.

Jamaah banyak sekali disana, tapi aku tak terhalang atau terhambat sama sekali. Begitu tiba, aku langsung bisa duduk hampir di barisan terdepan jamaah yang hendak masuk.

Maka tak perlu waktu lama bagiku untuk bisa mendapatkan giliran masuk ke dalam Raudhah.

Tak seorangpun di sekitarku yang kukenal.

Walau sudah membaik, tapi aku masih agak demam dan lemas ketika itu. Maka kemudahan dan kelonggaran yang kutemukan itu amat kusyukuri. Sebab dalam kondisi demam dan lemas, aku tak akan kuat jika harus berdesak, berjejal atau mengantri terlalu lama.

Lalu giliran kami untuk masuk tiba.

Dan sekali lagi, Dia menununjukkan KuasaNya.

Masuk ke dalam, aku segera mendapatkan tempat cukup untuk shalat.

Saat baru kumulai shalatku, seorang askar (polisi) perempuan Arab mendekat. Dia berdiri di depanku.

Para askar perempuan ini biasanya galak- galak. Tapi aku tak merasa melakukan kesalahan atau pelanggaran apapun maka kuteruskan saja shalatku walau dia berdiri dekat sekali di mukaku.

Belakangan baru kusadari, askar yang satu ini bukan saja tidak galak padaku tapi dia seperti ada di situ untuk menjagaiku. Sebab saat aku shalat, sempat ada orang hendak melintas di depanku dan askar itu  melarang orang tersebut. Dimintanya orang itu berputar ke belakangku sebab aku sedang shalat. Askar itu seperti memberikan ruang bebas bagiku untuk mendirikan shalat tanpa diganggu orang yang lalu lalang.

Kuselesaikan shalat dua rakaatku di dekat askar itu lalu bergeser sebab gelombang orang masuk dan mencari tempat di dalam terasa. Kukuti saja gelombang itu. Tak kulawan sama sekali arus yang datang, sebab kutahu kondisi fisikku tak memungkinkan untuk itu.

Kutemukan lagi tempat kosong. Segera kudirikan lagi shalat.

Lalu...

Kusadari lagi kemudian bahwa seseorang (yang tak kukenal), menjagaiku. Aku tak tahu, mulanya dia ada di situ sebetulnya sedang menjagai siapa. Tapi yang terjadi selama aku shalat adalah dia ada di samping depanku, menjagaiku dan meminta semua orang yang hendak melintas di depanku untuk tak melakukan hal itu.

Orang itu jamaah haji juga, orang Indonesia. Dia berulangkali mengatakan pada beberapa orang yang hendak lewat di depanku, " Jangan, dia lagi shalat, " katanya sambil menunjukku. Orang- orang menuruti larangannya dan tak seorangpun melintas di depanku.

Usai shalat dua rakaat, aku bergeser lagi. Kali ini ke arah pintu keluar.

Menjelang keluar itu, kutemukan lagi tempat lowong. Maka kudirikan lagi shalat disitu.

Saat aku sedang shalat itu, seseorang, aku tak tahu jamaah haji dari negara mana tapi dia berkulit putih dan tubuhnya tinggi besar, menabrakku dari samping kiri. Cukup keras hingga tubuhku terguncang.

Namun... percaya atau tidak.. sedetik setelah aku tertabrak dari samping kiri, seseorang memeluk bahu dan badanku dari sebelah kanan. Aku meneruskan shalatku sementara orang yang memelukku itu -- juga orang yang tak kukenal -- bicara pada orang yang menabrakku.

" Jangan tabrak, " katanya, " Dan jangan lewat di depannya. Dia lagi shalat, " orang tak kukenal itu menunjukku.

Orang yang menabrakku mengangguk meminta maaf lalu mengambil jalan di belakangku, tak melintas ke depanku sama sekali.

Subhanallah.

Kuucapkan syukurku berulang kali. Sang Maha Cinta mengirimkan pertolonganNya. Para malaikat melindungi. Aku yang sedang sakit, dijagai dan ditolong oleh orang- orang tak dikenal saat aku datang ke Raudhah sendirian seperti itu. Betapa berterimakasihnya aku.

***

[caption id="attachment_3895" align="aligncenter" width="617" caption="Ramainya orang yang hendak dan usai melempar jumroh lalu lalang di Mina. Dok: rumahkayu"][/caption]

Ada banyak lagi cerita.

Kali ini di Masjidil Haram, juga di masa pra puncak haji. Saat kami sudah memasuki kota Mekah.

Suatu sore, aku ada di Masjidil Haram. Lepas ashar ketika itu. Niatku, aku akan berada di sana hingga shalat Maghrib dan Isya tiba.

Masjidil Haram penuh padat. Seringkali jika kita datang walau sudah agak jauh jam-nya dari waktu shalat, pintu- pintu masuk telah diberi penghalang, sebab di dalam sudah penuh sesak. Maka sore situ kuputuskan untuk tak kembali ke hotel dan kusambung saja waktuku di Masjidil Haram sejak Ashar hingga Isya.

Lewat maghrib, perutku tiba- tiba terasa lapar. Aku tak memiliki bekal makanan apapun dalam tasku. Jadi aku bicara sendiri dalam hati: sabar, tunggu sampai Isya selesai nanti setelah itu makan malam.

Tapi kembali, Sang Maha Pengasih dan para malaikat melindungi. Aku bahkan tak dibiarkan merasa agak lapar. Sebab tiba- tiba saja seseorang mencolekku dari arah belakang. Ketika aku menoleh, seorang jamaah perempuan di belakangku menyodorkan sepotong roti berlapis keju kepadaku.

Lagi- lagi, dia tak kukenal. Dan bahkan tak kuketahui berkebangsaan apa. Karena kendala bahasa, tak banyak percakapan yang bisa kulakukan. Kuterima saja roti itu, kutangkupkan tanganku sambil mengucapkan terima kasih.

Roti itu cukup untuk mengganjal rasa laparku hingga usai waktu Isya...

***

[caption id="attachment_3896" align="aligncenter" width="617" caption="Orang dari bebagai bangsa dan negara datang untuk beribadah. Dok: rumahkayu"][/caption]

Bukan hanya di Tanah Suci.

Di tanah air, itu pula yang terjadi.

Suatu sore, kudapat kabar bahwa si bungsu sakit. Dia diare dan muntah- muntah.

Aku khawatir.

Neneknya anak- anak, ibuku, datang dari luar kota dan menginap di rumah kami selama aku dan suamiku berangkat ke Tanah Suci.

Masalahnya, ibuku, walau di kota tempat tinggalnya sendiri kadangkala masih menyetir sendiri mobilnya, tak akan berani menyetir mobil di kota tempat tinggalku. Sebab tidak hafal rute jalannya. Dan mobil di rumahku bukan mobil yang biasa digunakannya. Maka ibu akan harus membawa anakku ke rumah sakit naik ojeg yang disambung dengan angkot.

Kukhawatirkan keduanya. Baik ibuku dan anakku. Yang satu sudah sepuh, yang satu masih kecil.

Duh, bagaimana ini?

Apalagi kemudian kuterima pesan bahwa mereka belum bisa segera berangkat, sebab saat hendak berangkat, hujan turun dengan sangat deras.

Akhirnya, terpaksa kami menghubungi seorang kawan baik yang juga bertetangga dengan kami yang memang kami pamiti saat hendak berangkat haji. Kawan ini tinggal di kompleks yang sama dengan kami, walau berbeda blok. Tapi rupanya, saat kami menghubungi, dia tak di rumah. Sedang pergi dan akan membutuhkan waktu beberapa jam baginya untuk kembali ke rumah lalu mengantar anak kami.

Maka kami putuskan saja, saat hujan agak reda nanti, biarlah anakku dan ibuku pergi ke rumah sakit dengan kendaraan umum. Sebab jika ditunda hingga malam, aku khawatir kondisi anakku makin memburuk.

Tapi baru saja kuputuskan begitu, kawan yang ditelepon tadi mengiriman pesan pada kami. Katanya, dia menghubungi kawannya -- yang tak kami kenal -- dan meminta kawannya itu untuk menjemput ibu dan anakku di rumah lalu mengantar ke rumah sakit

Begitulah yang akhirnya terjadi.

Sore itu, ditengah hujan lebat, seseorang yang tak kami kenal, datang dengan ketulusan dan kebaikan hati ke rumah kami, menjemput si bungsu yang duduk di bangku SD dan ibuku yang sudah sepuh, dan mengantarkan mereka ke rumah sakit agar si bungsu yang sakit bisa mendapatkan pengobatan segera.

Duh, betapa terharunya aku.

Aku dan suamiku ada di tempat jauh. Tak ada yang bisa kami lakukan untuk si bungsu saat itu. Tapi begitu saja muncul seseorang yang bahkan tak pernah bertemu kami sebelumnya, tak pula mengenal kami, mengulurkan tangan memberikan bantuan.

Aku terharu... Terharu.

Ada begitu banyak kebaikan hati. Ada begitu banyak ketulusan mengalir. Ada begitu banyak pertolongan diberikan tanpa pamrih.

Pada akhirnya makin percaya, kita harus yakin bahwa Gusti Allah ora sare. Dia tidak tidur. DikirimkanNya para malaikat untuk melindungi, digerakkanNya juga orang- orang berhati malaikat untuk memberikan pertolongan.

Sungguh, kata- kata tak akan cukup untuk menggambarkan betapa bersyukur dan berterima kasihnya aku atas semua kebaikan dan pertolongan yang diberikan bahkan dari orang- orang yang tak kami kenal yang diberikan padaku, pada kami sekeluarga...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun