Di situlah aku mulai melihat betapa banyak kebaikan dan kemurahan hati bertebaran.
Datang mepet waktu shalat, bahkan halaman Masjid Nabawipun biasanya sudah penuh saat aku datang, aku biasanya mencari dimana saja ada tempat kosong yang cukup untuk satu orang. Dimanapun kutemukan, kugelar sajadahku.
Dan...
Bukan satu dua kali, tapi hampir setiap saat, setiap kali kugelar sajadahku, orang di sebelahku menoleh dan membantu aku merapikan sajadah itu. Kemudian dengan senyum, dan anggukan tulus membalas ucapan terimakasihku.
***
[caption id="attachment_3894" align="aligncenter" width="499" caption="Suasana di Mina dilihat dari tempat melempar jumroh. Dok: rumahkayu"][/caption]
Masih di Madinah, satu hari menjelang keberangkatan kami ke Mekah.
Aku ingin sekali lagi masuk ke Raudhah, Taman Surga, tempat diantara rumah dan mimbar Rasulullah, sebelum meninggalkan Madinah.
Kami sekelompok haji sudah ke Raudhah dua hari sebelumnya dan kusyukuri luar biasa bahwa ketika kami kesana, kami mendapat tempat cukup lowong untuk melaksanakan shalat sunat beberapa rakaat.
Dua hari kemudian, aku kembali ke sana. Sendiri, pagi- pagi.
Hari- hari itu Madinah makin padat. Jumlah jamaah haji yang datang makin banyak. Aku yakin kondisi di Raudhah juga makin padat. Tapi aku tetap ingin mencoba.