Masalahnya, ibuku, walau di kota tempat tinggalnya sendiri kadangkala masih menyetir sendiri mobilnya, tak akan berani menyetir mobil di kota tempat tinggalku. Sebab tidak hafal rute jalannya. Dan mobil di rumahku bukan mobil yang biasa digunakannya. Maka ibu akan harus membawa anakku ke rumah sakit naik ojeg yang disambung dengan angkot.
Kukhawatirkan keduanya. Baik ibuku dan anakku. Yang satu sudah sepuh, yang satu masih kecil.
Duh, bagaimana ini?
Apalagi kemudian kuterima pesan bahwa mereka belum bisa segera berangkat, sebab saat hendak berangkat, hujan turun dengan sangat deras.
Akhirnya, terpaksa kami menghubungi seorang kawan baik yang juga bertetangga dengan kami yang memang kami pamiti saat hendak berangkat haji. Kawan ini tinggal di kompleks yang sama dengan kami, walau berbeda blok. Tapi rupanya, saat kami menghubungi, dia tak di rumah. Sedang pergi dan akan membutuhkan waktu beberapa jam baginya untuk kembali ke rumah lalu mengantar anak kami.
Maka kami putuskan saja, saat hujan agak reda nanti, biarlah anakku dan ibuku pergi ke rumah sakit dengan kendaraan umum. Sebab jika ditunda hingga malam, aku khawatir kondisi anakku makin memburuk.
Tapi baru saja kuputuskan begitu, kawan yang ditelepon tadi mengiriman pesan pada kami. Katanya, dia menghubungi kawannya -- yang tak kami kenal -- dan meminta kawannya itu untuk menjemput ibu dan anakku di rumah lalu mengantar ke rumah sakit
Begitulah yang akhirnya terjadi.
Sore itu, ditengah hujan lebat, seseorang yang tak kami kenal, datang dengan ketulusan dan kebaikan hati ke rumah kami, menjemput si bungsu yang duduk di bangku SD dan ibuku yang sudah sepuh, dan mengantarkan mereka ke rumah sakit agar si bungsu yang sakit bisa mendapatkan pengobatan segera.
Duh, betapa terharunya aku.
Aku dan suamiku ada di tempat jauh. Tak ada yang bisa kami lakukan untuk si bungsu saat itu. Tapi begitu saja muncul seseorang yang bahkan tak pernah bertemu kami sebelumnya, tak pula mengenal kami, mengulurkan tangan memberikan bantuan.