Terus terang setelah seharian kemarin mengikuti berita-berita seputar Demo puluhan ribu Mahasiswa yang menuntut Revisi UU KPK dicabut dan Revisi KUHP dan UU lainnya dibatalkan, saya menjadi sangat terkejut dan miris dengan cara Pemerintah menangani demo-demo yang ada.
Secara pribadi mengamati selama 2 hari terakhir, kesan yang kuat yang timbul dari pernyataan-pernyataan Menkopolkam, Menkumham dan Kepala Staff Kepresidenan menyiratkan suatu bahasa kuat bahwa Pemerintah (dibaca : Rezim Berkuasa) sama sekali tidak merasa bersalah telah mengesahkan UU KPK yang kontroversial berikut berniat mengesahkan Revisi KUHP dan UU kontroversial lainnya.
Sepertinya Pemerintah memang sudah benar-benar tidak peduli dengan aspirasi rakyat dan malah menyalahkan rakyat ataupun mahasiswa-mahasiswa yang berdemo agar semua UU Kontroversial yang sudah disahkan atau akan disahkan dicabut segera.
Kita mulai dari pernyataan dangkal Moeldoko selaku Kepala Staff Kepresidenan yang mengatakan bahwa UU KPK yang lama menghambat Investasi masuk di Indonesia. Kurang lebih bahasanya seperti itu sehingga kesan yang ditangkap publik kurang lebih bahwa Istana Kepresidenan tidak setuju bilamana ada demo-demo terkait UU KPK yang kontroversial tersebut. Kabar terakhir disebut Moeldoko telah meralat pernyataannya tersebut.
Berikutnya pernyataan Menkopolkam Wiranto yang mengatakan demo-demo yang terjadi pada tanggal 24 September 2019 kemarin sudah tidak relevan lagi. Â Wiranto mengatakan sejak 4 hari sebelumnya Presiden Jokowi sudah membuat pernyataan lewat akun medsos resminya bahwa Presiden akan meminta DPR untuk menunda pengesahan Revisi KUHP dan Revisi UU lainnya yang ditolak publik.
Jadi seharusnya demo-demo kemarin itu tidak perlu dilakukan karena kemarin pada Paripurna DPR Â UU yang akan disahkan akhirnya ditunda. Kurang lebih begitulah bahasa yang disampaikan Menkopolkam Wiranto.
Pada saat membaca berita tentang pernyataan Wiranto tersebut, hati kecil saya langsung berkata: wah ini sepertinya Pemerintah bersikap kura-kura dalam perahu. Pura-pura tidak tahu bahwa api pemantik utamanya mahasiswa-mahasiswa turun ke jalan adalah Revisi UU KPK kemudian ditambah Revisi KUHP yang kontroversial terutama Pasal Penghinaan Presiden dan Pasal Pengurangan Hukuman Koruptor.
Bagaimana mungkin Menteri sekelas Menkopolkam tidak bisa paham aspirasi yang berkembang di masyarakat tentang Revisi UU KPK yang sangat bermasalah tapi  kemudian malah  membelokkan masalah utamanya pada Revisi KUHP dan Revisi UU lainnya yang sudah ditunda pengesahannya?
Senada dengan Wiranto, Menkumham Yasona Laoly juga memperlihatkan sikap yang tidak suka dikritik oleh para mahasiswa. Dalam acara ILC TV One semalam yang sempat saya tonton, Yasona bicara tentang mahasiswa sekarang yang tidak mau menggunakan koridor demokrasi yang benar. Yasona mempertanyakan mengapa mahasiswa harus turun ke jalan bukannya memperjuangkan lewat MK soal UU yang dianggap kontroversial.
Yasona dan "teman-temannya" yaitu anggota Komisi III DPR dari PDIP dan PPP beserta Pakar Ahli Pidana Pemerintah bercerita tentang beratnya perjuangan mereka selama 4 tahun menggolkan KUHP yang baru dimana KUHP lama adalah warisan Belanda yang sudah berumur 126 tahun.
Mereka (Yasona dan "teman-temannya") tidak terima ketika ada pihak-pihak yang mengatakan ujug-ujug KUHP direvisi. Mereka menyebut mereka sudah kerja keras selama 4 tahun dan sudah menyerap aspirasi masyarakat dan berdiskusi soal revisi KUHP ke berbagai kampus perguruan tinggi.
Saya hanya melongo mendengar redaksi mereka di ILC. Bukan itu akar masalahnya. Ini bukan soal KUHP yang harus direvisi atau tidak. Ini soal Pasal-pasal yang kontroversial yang ada. Bagaimana Pasal Penghinaan Presiden kok bisa dihidupkan lagi oleh Pemerintah sementara MK sudah menutup buku soal pasal itu, lalu bagaimana dengan Pasal Pengurangan hukuman Koruptor dan pasal lainnya. Â Itulah poin-poin yang ditolak oleh para mahasiswa selain poin utamanya adalah Revisi UU KPK yang kontroversial tersebut.
Di ILC semalam juga sempat Yasona meminta Mahasiswa tidak usah memaksa-maksa Presiden untuk mengeluarkan Perppu untuk membatalkan UU KPK kontroversial yang sudah disahkan. Menurutnya seharusnya Mahasiswa memperjuangkannya lewat MK.
Aduh. Kembali lagi saya harus mengelus dada. Mengapa malah Menkumham yang melarang publik untuk meminta Presiden untuk mengeluarkan Perppu? Apakah ada kapasitas dari Menkumham untuk melarang publik bersuara tentang Perppu? Bukankah publik punya hak untuk menyampaikan aspirasinya ke Presiden soal itu?Â
Yasona sempat diskak-mat oleh aktivis demokrasi Haris Azhar semalam di mana Yasona sebelumnya mengatakan pada Mahasiswa bahwa seharusnya KUHP disahkan saja dan mahasiswa tinggal mengajukan Yudicial Review ke MK soal pasal-pasal yang bermasalah. Oleh Haris Azhar langsung di balik, lah itu pasal penghinaan Presiden yang sudah dimatikan oleh MK saja masih dihidupkan kembali oleh Pemerintah. Bagaimana mau Yudicial Review lagi?
Jadi intinya setelah menonton acara ILC semalam membuat saya menjadi sangat yakin bahwa Pemerintah yang ada memang benar-benar tidak merasa bersalah karena telah mensahkan UU KPK yang kontroversial tersebut berikut berupaya mengesahkan Revisi KUHP dengan pasal-pasal kontroversial yang ada.
Pemerintah juga terkesan sama sekali tidak menghargai mahasiswa-mahasiswa yang berdemo untuk menyampaikan aspirasi mereka. Â Pemerintah yang sekarang itu sepertinya lupa bahwa Zaman Reformasi bisa bergulir dikarenakan adanya gerakan-gerakan Mahasiswa di tahun 1998.Â
Mereka bisa berkuasa saat ini karena dulu ada Gerakan Reformasi Mahasiswa yang berhasil meruntuhkan Tirani Demokrasi orde baru. Disisi lain terlihat kondisi sebaliknya dimana Pemerintah yang ada sekarang dengan sikapnya yang selalu anti kritik bisa dikatakan malah sudah mulai terlihat menjelma menjadi mirip Orde Baru.
SUNGGUH TIDAK LUCU, PEMERINTAH MENDUGA AKSI MAHASISWA DITUNGGANGI PIHAK TERTENTU.
Kembali lagi  ke Menkumham dan Menkopolkam yang sempat mengeluarkan pernyataan yang "Mengerikan" soal demo-demo Mahasiswa.  Dalam pernyataan tertulis semalam di Kemenhumkam, Yasona menduga ada pihak-pihak yang menunggangi aksi-aksi Mahasiswa.
"Isu demonya dimanfaatkan untuk tujuan politis" menurut Yasona (Antaranews.com 25 September 2019).
Pernyataan Yasona itu menguatkan pernyataan pagi hari sebelumnya oleh Menkopolkam yang mengkuatirkan Demo-demo Mahasiswa akan ditunggangi pihak-pihak politik tertentu.
Pernyataan-pernyataan itu langsung membuat saya tidak habis berpikir. Â Itu mahasiswa-mahasiswa sedang menyampaikan aspirasi soal UU yang kontroversial. Itu jumlah mahasiswa seluruh Indonesia yang demo puluhan ribu loh. Bagaimana mungkin ada pihak-pihak politik tertentu yang bisa menungganginya mahasiswa sebanyak itu?
Lalu timbul pernyataan untuk Wiranto dan Yasona, sejak kapan ada demo Mahasiswa murni (yang jelas almamaternya dan jelas orang-orangnya) pernah ditunggangi pihak politik tertentu?
Tahun 1998 demo besar-besaran mahasiswa itu tentang aspirasi politik. Ada tidak pihak yang menungganginya? Â Begitu juga sepanjang pemerintahan SBY Â sudah tidak terhitung Mahasiswa turun ke jalan untuk melakukan Demo kenaikan BBM dan lainnya. Pernahkah ada yang menungganginya?
Mengapa sekarang di zaman Jokowi  ini para mahasiswa dilarang turun ke Jalan karena diduga pasti akan ditunggangi?
Aneh sekali sikap Pemerintah ini.  Sepertinya di zaman Jokowi ini masyarakat memang dilarang untuk menyampaikan pendapatanya di depan umum? Rupanya Pemerintah tidak perduli lagi dengan Pasal 28 Konstitusi kita.
Sekali lagi, Pemerintah saat ini sudah mirip orde baru. Â Pasal menyatakan pendapat di depan umum malah dihalang-halangi ataupun ditakut-takuti.
FENOMENA DUGAAN ADANYA MASSA BAYARAN OLEH OKNUM PRO PEMERINTAH
Sebaliknya dari dugaan Pemerintah bahwa Demo Mahasiswa ada yang menunggangi, kalau menurut saya yang pantas diduga sebenarnya adalah terdeteksi adanya keberadaan Preman-preman yang sering digerakkan oleh pihak-pihak tertentu yang pro Pemerintah untuk mengcounter bila terjadi demo-demo terhadap pemerintah. Â Dan ini sudah berkali-kali terbukti ada.
Kita lihat saja minggu-minggu lalu sebelum ada gelombang demo mahasiswa 2 hari terakhir. Waktu itu ada beberapa kali ada demo masyarakat di depan gedung KPK yang meminta Revisi UU KPK dibatalkan dan meminta Jokowi meninjau kembali Capim KPK yang sudah dipilih oleh DPR.
Yang menjadi lucu kemudian, herannya pada setiap ada masyarakat yang Demo tentang  Revisi UU KPK bermasalah, seketika itu juga muncul massa Demo tandingan yang Pro UU KPK. Berkali-kali terjadi ada demo-demo dari forum yang tidak jelas yang pro Revisi UU KPK.
Bahkan terlihat modal demo mereka yang pro revisi UU KPK ini cukup besar karena berkali-kali massa aneh ini menggunakan kostum mahal. Semakin lucu lagi ternyata massa seperti itu juga berdemo meminta segera Capim KPK yang baru segera dilantik.
Sebagian dari massa aneh ini terlihat seperti berasal dari Forum Mahasiswa dengan sebuah Jaket Almamater. Sayangnya Jaket almamaternya tidak jelas dari almamater mana. Begitu juga dengan tampang-tampang mahasiswa pendemo yang seram-seram. Tak ketinggalan massa aneh ini malah terlihat beberapa kali memancing keributan kepada massa demo yang menuntut Revisi UU KPK dicabut.
Secara logika manapun sangat sulit membayangkan ada masyarakat apalagi mahasiswa yang Pro Revisi UU KPK. Sungguh tidak masuk akal demo-demo tandingan itu. Dan yang paling aneh itu, para pendemo tandingan ini sangat garang-garang terhadap mereka yang berdemo menuntut KPK jangan dilemahkan.
Patut diduga demo-demo tandingan ini adalah ulah oknum-oknum yang pro pemerintah. Apa jangan-jangan malah ada oknum pemerintah sendiri yang membiayai para pendemo tandingan tersebut? Ah saya tidak tahu.
Kemarin di media social juga terjadi provokasi/ Hoax dimana ada video yang disebar pihak-pihak tidak dikenal dengan tuduhan bahwa KPK yang menggerakan demo-demo mahasiswa.  Dalam video itu Nampak pimpinan KPK bertemu dengan perwakilan mahasiswa yang mana sebenarnya video itu adalah pertemuan terbuka (kunjungan mahasiswa ke KPK) yang terjadi 2 minggu sebelumnya tapi diplintir oleh orang tak dikenal dengan opini bahwa KPK yang menggerakan demo mahasiswa.
Sekali lagi dalam pantauan saya terdeteksi ada sejumlah oknum yang melakukan manuver demo tandingan dimana bila ada masyarakat yang ingin demo yang menuntut UU KPK dicabut maka oknum-oknum  ini akan mencoba menyusup dan mencoba memancing agar terjadi kerusuhan.
DAN TERNYATA DEMO MAHASISWA SEMALAM JUGA DISUSUPI PERUSUH-PERUSUH TIDAK DIKENAL
Kabar berita semalam memberitakan bahwa sejumlah fasilitas publik dibakar oleh massa. Dan dipastikan oleh para mahasiswa dan para saksi bahwa yang membakar 2 Gardu Tol, pos Polisi dan lain-lainnya bukanlah para mahasiswa. Rupanya benar, ada pergerakan dari massa tak dikenal yang berusaha masuk membaur dengan mahasiswa yang berdemo tapi dengan agenda khusus yaitu membuat demo itu menjadi rusuh.
Karakter-karakter massa pendemo seperti ini sebenarnya sudah muncul pada waktu Demo pendukung Prabowo di Gedung Bawaslu tanggal 22 Mei lalu. Massa tidak dikenal itu datang tiba-tiba setelah massa pendukung Prabowo membubarkan diri. Massa tidak dikenal itu datang dan langsung memprovokasi masyarakat sekitar untuk menyerang polisi.
Akhirnya kita semua menyaksikan jatuhnya korban jiwa akibat kerusuhan massa yang terjadi pada tanggal 22 Mei lalu. Dan sampai hari ini setahu saya Polri belum mengeluarkan hasil final penyelidikannya terhadap massa tidak dikenal yang diduga biang kerok kerusuhan pada waktu itu.
Ini yang menjadi poin krusial. Ada pola berulang yang dilakukan sekelompok orang tertentu dalam beberapa waktu belakangan ini. saya menduga ini sudah seperti operandi khusus oknum tertentu dimana setiap ada demo masyarakat terhadap pemerintah untuk masalah apa saja, pihak-pihak ini atau oknum-oknum ini langsung menggerakan massanya agar bisa menyusup dan berupaya menciptakan kerusuhan.
Menjadi pernyataan besar tentang fenomena massa tak dikenal ini. Darimana datangnya massa tak dikenal itu dalam setiap demo masyarakat? Â Bila fenomena massa tak dikenal ini tidak diantisipasi saya kuatir Kerusuhan 22 Mei kemarin akan terulang lagi. Â
Semoga Kapolri bisa membaca adanya gerakan-gerakan seperti ini yang selalu berusaha membuat kerusuhan bilamana ada masyarakat yang ingin menyalurkan Hak Demokrasinya yaitu mengeluarkan pendapat di depan umum.Â
Saya yakin Kapolri dan jajarannya sebagai pelindung masyarakat pasti siap memfasilitasi rakyat yang akan menyampaikan pendapatnya di depan umum sesuai Pasal 28E Konstitusi dan akan melindungi mereka yang menyampaikan aspirasnya dari ancaman gerakan massa perusuh tak dikenal.Â
Sangat berharap Kapolri bisa mengantisipasi dan segera menangkap oknum-oknum yang kerap memperkeruh suasana disetiap aksi masyarakat menyatakan pendapat di muka umum.
Sekian.
Sumber gambar dan berita:
detik.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H