Mohon tunggu...
Rudy W
Rudy W Mohon Tunggu... Lainnya - dibuang sayang

Ngopi dulu ☕

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Terkait Kerja Rodi, Daendels Sebenarnya Memberi Upah, tapi Uangnya Dikorupsi Bupati

16 Maret 2021   11:06 Diperbarui: 16 Maret 2021   12:10 6153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Herman Willem Daendels (mojok.co)


Herman Willem Daendels adalah Gubernur Jenderal di era Perancis. Dia sempat disebut-sebut sebagai Klein Napoleon atau Napoleon Kecil. Maka tak heran di Perancis banyak diterbitkan buku-buku tentang "Mas Galak".

"Mas Galak" adalah sebutan yang diberikan oleh orang-orang Jawa kepada Daendels yang digadang-gadang sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang paling bengis.

Jabatan Daendels sendiri sebagai Gubernur Jenderal adalah pada kurun waktu 1808-1811. Tak tanggung-tanggung pada masa pemerintahannya ini Daendels memerintahkan penduduk Pulau Jawa untuk membangun jalan yang disebut Jalan Raya Pos (Grote Postweg) sejauh 1.000 kilometer dimulai dari Anyer di ujung barat sampai Panarukan di ujung timur Pulau Jawa.

Dalam pelajaran sejarah di SMP seperti yang saya terima jika Daendels memang sangat kejam dengan di antaranya menerapkan sistem kerja paksa tanpa upah.

Sebuah unggahan di Twitter awal Pebruari 2021 sempat membuat heboh dan disukai lebih dari 100.000 netizen. Dalam unggahan itu, Teddy Septiansyah menyebutkan jika Daendels telah mengeluarkan uang 30.000 ringgit untuk dibayarkan kepada para pekerja dan mandor dan untuk konsumsi, tapi uangnya tidak disampaikan oleh Bupati.

Mekanisme pemberian upah itu, yang pertama diberikan kepada residen, dari residen lalu diberikan ke Bupati. Baru dari Bupati inilah uang diberikan kepada para pekerja.

Sejarawan dari Universitas Indonesia, Djoko Marihandono, mengatakan bukti penyerahan uang dari residen ada, tapi bukti penyerahan uang ke para pekerja tidak ada.

Jadi sebenarnya pembuatan jalan raya itu bukanlah kerja paksa, para pekerja diupah.

Dalam penelitiannya, Djoko menemukan saat pembuatan jalan tahap Bogor ke Cirebon, Daendels memberikan uang 30.000 ringgit.

"Bukti penyerahan uang dari residen ke Bupati sudah ditemukan, tapi dari Bupati belum. Mungkin juga diberikan. Yang pasti ada upah, bukan kerja paksa," kata Djoko.

Karena terjalnya pembukaan akses itu dimana para pekerja harus menembus hutan belantara yang lebat, menembus bebatuan dan gunung, tak pelak hal tersebut menelan hingga 30.000 jiwa yang tak kuat.

Tak diketahui pasti jumlah uang yang dikorupsi Bupati.

Herman Willem Daendels

Pada tahun 1780 dan 1787 Daendels melarikan diri ke Perancis bersama sekumpulan pemberontak. Daendels sempat menyaksikan sendiri Revolusi Perancis yang terkenal pimpinan Napoleon Bonaparte.

Pada tahun 1806 Raja Belanda, Louis, memanggil kembali Daendels untuk kembali berbakti kepada Belanda. Atas saran Napoleon Bonaparte, Raja Louis lantas mengirim Daendels ke Batavia untuk menjadi Gubernur Jenderal Hindia-Belanda menggantikan Gubernur Jenderal sebelumnya, Abraham de Veer.

Dilantik sebagai Gubernur Jenderal pada 28 Januari 1807, dua tugas pokok dibebankan Raja Belanda kepada Daendels. Tugas militer atau pertahanan dan tugas di bidang politik atau pemerintahan.

Tugas pertahanan ini salah satunya adalah yang disebutkan pokok dalam artikel ini yaitu membangun jalan raya antara Anyer-Panarukan untuk mobilitas pasukan. Juga mendirikan pabrik senjata serta membangun benteng di pesisir.

Sedangkan tugas di bidang politik dan pemerintahan di antaranya adalah membagi Pulau Jawa bagian timur kedalam 5 propinsi. 

Jika sebelumnya Bupati adalah seorang kepala pemerintahan daerah, maka Daendels merubah Bupati ini menjadi dibawah struktur birokrasi dibawah Gubernur Jenderal.

Daendels juga membagi Pulau Jawa menjadi 23 karesidenan.

Pengaruh kerajaan-kerajaan juga dibatasi terhadap aspek-aspek kehidupan masyarakat.

Dalam perjalanan tugasnya, Daendels mendesak Sultan Banten Syaifuddin untuk mempersiapkan 1.500 pekerja untuk membangun pelabuhan armada Belanda di Teluk Lada (Labuhan sekarang) dan juga untuk meneruskan proyek pembangunan jalan dari Anyer hingga Panarukan.

Akan tetapi Sultan Banten menolak. Syaifuddin bahkan memancung kepala Du Puy, utusan Daendels, dan menyerahkannya kepada Daendels.

Daendels marah besar. Lantas menghancurkan Keraton Kesultanan Islam Banten, atau Keraton Kaibon.

Setelah itu, bahan-bahan bangunan yang tersisa dikumpulkan dan digunakan untuk membangun pusat pemerintahan Banten yang baru di Kota Serang. Pada abad ke 19. Kesultanan Banten sendiri mulai dibangun pada abad ke 16.

Banten saat itu berkembang pesat menjadi salah satu pusat perdagangan yang penting di Nusantara. Oleh karenanya Kesultanan Banten menjadi makmur dan kaya raya

HW Daendels sendiri dilahirkan di Hattem, Belanda, pada 21 Oktober 1762, dan meninggal di Elimina, Pantai Emas. Pantai Emas ini sekarang namanya Ghana, pada 2 Mei 1818 ((56 tahun).

Korupsi ternyata telah dikenal pada abad ke 19.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun