Herman Willem Daendels adalah Gubernur Jenderal di era Perancis. Dia sempat disebut-sebut sebagai Klein Napoleon atau Napoleon Kecil. Maka tak heran di Perancis banyak diterbitkan buku-buku tentang "Mas Galak".
"Mas Galak" adalah sebutan yang diberikan oleh orang-orang Jawa kepada Daendels yang digadang-gadang sebagai Gubernur Jenderal Hindia-Belanda yang paling bengis.
Jabatan Daendels sendiri sebagai Gubernur Jenderal adalah pada kurun waktu 1808-1811. Tak tanggung-tanggung pada masa pemerintahannya ini Daendels memerintahkan penduduk Pulau Jawa untuk membangun jalan yang disebut Jalan Raya Pos (Grote Postweg) sejauh 1.000 kilometer dimulai dari Anyer di ujung barat sampai Panarukan di ujung timur Pulau Jawa.
Dalam pelajaran sejarah di SMP seperti yang saya terima jika Daendels memang sangat kejam dengan di antaranya menerapkan sistem kerja paksa tanpa upah.
Sebuah unggahan di Twitter awal Pebruari 2021 sempat membuat heboh dan disukai lebih dari 100.000 netizen. Dalam unggahan itu, Teddy Septiansyah menyebutkan jika Daendels telah mengeluarkan uang 30.000 ringgit untuk dibayarkan kepada para pekerja dan mandor dan untuk konsumsi, tapi uangnya tidak disampaikan oleh Bupati.
Mekanisme pemberian upah itu, yang pertama diberikan kepada residen, dari residen lalu diberikan ke Bupati. Baru dari Bupati inilah uang diberikan kepada para pekerja.
Sejarawan dari Universitas Indonesia, Djoko Marihandono, mengatakan bukti penyerahan uang dari residen ada, tapi bukti penyerahan uang ke para pekerja tidak ada.
Jadi sebenarnya pembuatan jalan raya itu bukanlah kerja paksa, para pekerja diupah.
Dalam penelitiannya, Djoko menemukan saat pembuatan jalan tahap Bogor ke Cirebon, Daendels memberikan uang 30.000 ringgit.
"Bukti penyerahan uang dari residen ke Bupati sudah ditemukan, tapi dari Bupati belum. Mungkin juga diberikan. Yang pasti ada upah, bukan kerja paksa," kata Djoko.
Karena terjalnya pembukaan akses itu dimana para pekerja harus menembus hutan belantara yang lebat, menembus bebatuan dan gunung, tak pelak hal tersebut menelan hingga 30.000 jiwa yang tak kuat.