"Beliau sempat bercerita apabila tiada (meninggal) beliau ingin dipikul kerandanya dan diantarkan ke tempat peristirahatan terakhir oleh anak cucu," kata Ratiyah (54) anak dari penjual gudeg legendaris Mbah Lindu.
Mudiati juga mengulangi pesan Mbah Lindu agar semua anak cucunya rukun guyup. "Sebenarnya tidak ada pesan apa-apa menjelang beliau wafat,".
Sosok yang ramah Mbah Lindu atau Biyem Setyo Utomo kini tinggal kenangan. Beliau telah berpulang ke pangkuan Yang Maha Kuasa pada hari Minggu (12/7/2020) sekitar pukul 17.55 WIB.
Mudiati (62) keponakan Mbah Lindu menjelaskan penyebab meninggalnya Mbah Lindu karena usia tuanya.
"Usianya sudah lebih dari 100 tahun," kata Mudiati, Minggu (12/7/2020) di rumah duka Klebengan, Sleman.
Banyak orang merasa kehilangan dengan dengan sosok beliau.
Pada 6 Juni lalu, beliau terjatuh ketika hendak berjalan ke dapur. Mbah Lindu dibawa dan dirawat di RS Panti Rapih Yogyakarta selama dua hari. Setelahnya beliau diperbolehkan pulang.
Semula Mbah Lindu masih mau makan dan minum seperti biasanya. Akan tetapi tiga hari terakhir, kendati masih mau minum, tapi nafsu makannya berkurang.
Dan akhirnya, Mbah Lindu pun berpulang.
Bukan hanya wisatawan lokal yang kesengsem dengan gudeg Mbah Lindu, banyak turis mancanegara juga singgah untuk mencicipi gudeg beliau.
Keseharian Mbah Lindu menjual gudegnya di Jalan Sosrowijayan. Tepat di samping Hotel Grage ada sebuah pos ronda, di sinilah Mbah Lindu menjual gudegnya.
Anda penggemar gudeg?
Sama. Saya juga salah seorang penggemar makanan khas Yogyakarta ini.
Di Jakarta, saya sering mengutamakan untuk makan dengan dengan makanan ini ketimbang makanan lainnya di "Gudeg Jogja" langganan.
Saya bahkan sudah akrab dengan ibu penjual gudeg yang berasal dari Yogyakarta. Paling murah, sebungkus gudeg yang berisi krecek, tempe atau tahu bacem, telor atau ayam, ditambah sedikit sambal dan nasi dijual seharga Rp 14.000.
Mbah Lindu membuka gudegnya mulai pukul 5 pagi sampai sekitar pukul 10 siang.
Anda pernah mencicipi gudeg beliau?
Selama berabad-abad tangan Mbah Lindu mengambil telor, tempe, atau tahu bahan-bahan gudeg dan dengan sigap Mbah Lindu membungkusnya menggunakan sepincuk daun pisang. Ditambah seporsi nasi.
Apabila pembeli tidak ingin nasi, ada juga pilihan bubur.
Dalam memasak lauk-pauk dan gudeg Mbah Lindu melakukannya sendiri secara tradisional dengan menggunakan kayu bakar, dengan dibantu oleh salah seorang anak perempuannya.
Jika lauk pauk sudah matang, maka masakan itu dibiarkannya semalaman agar benar-benar matang.
Mbah Lindu sudah mulai berjualan masakan ini sejak jaman Jepang, yaitu pada tahun 1942.
Pada saat itu Mbah Lindu menjajakan makanannya sembari berjalan kaki sejauh 5 kilometer dari Klebengan sampai ke wilayah Kaliurang.
Sosok yang luar biasa dan patut tercatat di Guinness World of Book Records. Selama 80 tahun berjualan gudeg. Hal tersebut diungkapkan oleh pakar kuliner Wiliam Wongso.
"Saya benar-benar tercengang ada seorang ibu yang berjualan gudeg selama 80 tahun, mana ada di dunia ini yang seperti beliau, ini seharusnya masuk Guiness," kata Wiliam Wongso.
Mbah Lindu pernah mengalami gudegnya dibayar mata uang benggol ataupun sen.
Kelezatan citarasa gudeg membuat banyak orang rela antre untuk menikmati gudeg Mbah Lindu yang bisa disantap di tempat atau dibawa pulang.
Harga seporsi gudeg Mbah Lindu berkisar antara Rp 15.000-Rp 20.000.
Sosok legendaris Mbah Lindu yang berjualan gudeg di tempat sederhana menyentuh hati orang-orang untuk memotret Mbah Lindu atau sekedar ngobrol dengan beliau.
"Orang-orang seperti Mbah Lindu sangat langka, tujuan hidupnya hanya untuk keluarga" tutur Wiliam Wongso, Senin (13/7/2020).
Semenjak usia 13 tahun, Setyo Utomo sudah belajar memasak, berbelanja, dan membantu menjual gudeg. Dia dikenal sebagai pekerja keras.
Masih mempertahankan cara tradisional membuat gudeg, sampai akhirnya hayatnya Mbah Lindu masih jualan gudeg.
Pada usianya yang ke 13 tahun Setyo Utomo sudah berjualan gudeg.
Mbah Lindu menceritakan pada saat itu masih dalam masa penjajahan Belanda.
"Saat umur saya 13 saya sudah jualan gudeg, pada saat itu belum ada listrik dan pesawat," tutur Mbah Lindu dalam Bahasa Jawa.
Mbah Lindu juga menceritakan sedikit pengalamannya.
"Waktu zaman Belanda itu ada orang orang asing. Mereka minta nasi gudeg ke saya. Jika tidak diberi, saya dikejar, saya lari," tutur Mbah Lindu.
Perjalanan hidup Mbah Lindu lantas diabadikan dalam sebuah film dokumenter karya Michael Riswandi. Saat film itu dibuat, Mbah Lindu sudah berusia 97 tahun. Dalam film terlihat Mbah Lindu masih semangat membuat gudeg kendati tertatih-tatih.
Mbah Lindu menyiapkan kayu bakar untuk merendam gudeg dan membumbui sendiri.
Gudeg Mbah Lindu juga pernah diliput Netflix untuk serial Street Food (makanan jalanan). Tayangan perdana video itu pada 26 April 2019 lalu.
Selamat jalan, Mbah Lindu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H