Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Krisis Solar, Krisis Migor, Krisis Batubara di Tahun Ini: Indikasi bahwa Para Menteri Tidak Mampu Bekerja, Salah Antisipasi atau Memang Lagi Apes Saja?

30 Maret 2022   18:28 Diperbarui: 30 Maret 2022   20:56 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pilihan mana yang akan dilakukan oleh pemerintah?

Dengan mempertimbangkan resiko di atas, tampaknya pilihan pertama yang akan diambil oleh pemerintah. Pemerintah melalui Pertamina juga telah mengusulkan agar BPH Migas menambah kuota solar bersubsidi menjadi 17 juta kiloliter dari semula 15,1 juta kiloliter per tahun.

Bila mengacu pada besaran subsidi yang diberikan oleh pemerintah untuk setiap liter solar subsidi yang dibeli oleh masyarakat yaitu sebesar Rp 7.800 per liter, maka anggaran untuk subsidi solar akan membengkak sebesar 132,6 triliun rupiah.

Paralel pemerintah juga berusaha menekan penyelewengan atau penyalahgunaan solar bersubsidi di lapangan.

Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati mengatakan, "Kami juga akan mengendalikannya bersama BPH Migas, melibatkan aparat penegakan hukum untuk memastikan penyaluran subsidi tepat sasaran"

Pertamina juga mendesak agar pemerintah menerbitkan aturan turunan dari Perpres 191/2014, yang mengatur secara lebih rinci siapa saja yang berhak mendapatkan solar bersubsidi.

Sejauh ini Perpres tersebut hanya mengatur kendaraan yang berhak dapat subsidi adalah maksimal roda 6 dan pembatasan pembelian solar subsidi maksimum 30 liter untuk kendaraan pribadi, 60 liter untuk truk. Tetapi tidak ada atau tidak disebutkan sanksinya bagi yang melanggar.

Penindakan bagi yang melanggar aturan ini sangat penting untuk memberikan efek jera dan memberikan kepastian hukum bagi yang lain. Oleh karena itu Perpres ini perlu dijabarkan lebih detil lagi sebagai dasar bagi penegakan hukum di lapangan.

Ketiadaan sangsi dalam Perpres inilah yang menyebabkan masih banyak pelanggaran seperti truk perkebunan dan pertambangan yang ternyata menggunakan solar bersubsidi. Selain itu masih banyak pihak yang melakukan tindakan-tindakan seperti penimbunan.

Tanpa pengawasan dan penindakan yang tegas, seberapa banyak pun kuota solar bersubsidi ditambah, tidak akan pernah mencukupi.

Jadi krisis yang terjadi bertubi-tubi sejak awal tahun 2022 ini tentu bukan karena faktor eksternal yang diluar kendali semata. Para menteri yang menentukan kebijakan di negara ini tidak boleh kalah melawan pihak-pihak yang berusaha meraup untung dengan mengakali aturan yang ada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun