Mohon tunggu...
Rudy Subagio
Rudy Subagio Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary people, photograph and outdoors enthusiast, business and strategy learner..

Hope for the Best...Prepare for the Worst ...and Take what Comes. - anonymous- . . rudy.subagio@gmail.com . . Smada Kediri, m32 ITS, MM48 Unair

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Demo (Salah Sasaran) Menolak Zero-ODOL, Aturan Rumit Versus Mimpi Biaya Logistik Rendah

25 Februari 2022   20:25 Diperbarui: 26 Februari 2022   01:27 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi truk ODOL, Sumber: kompas.com

Kedua, tarif angkut barang biasanya merupakan kesepakatan antara pemilik barang dengan perusahaan angkutan barang dengan memperhitungkan semua variable termasuk gaji sopir.

Gaji sopir adalah hasil kesepakatan antara sopir dengan perusahaan angkutan barang. Sistimnya borongan per rit dan ongkos yang disepakati biasanya termasuk biaya bahan bakar, tol dan gaji sopir dan biaya tidak terduga seperti biaya parkir, tilang atau mel-melan yang lain.

Bila mereka tidak puas dengan gaji mereka saat ini semestinya mereka unjuk rasa ke pemberi kerja dan bila sudah mentok bisa ke Disnaker, bukan ke Dishub seperti saat ini.

Ketiga, mereka menginginkan keselamatan dalam artian luas padahal dengan kondisi overloading dan over dimension saat ini justru membahayakan keselamatan mereka. Ini sangat ironis, mereka menginginkan keselamatan tapi menolak aturan yang dapat menjamin keselamatan mereka.

Selain ketiga alasan yang kurang relevan, semestinya yang melakukan unjuk rasa ini bukan para sopir tapi pemilik barang karena mereka yang paling dirugikan dengan aturan ini.

Sebagai contoh, bila sebelumnya kita sebagai pemilik barang bisa mengirim barang sebanyak 40ton sekali jalan, bila aturan Zero ODOL ini dijalankan dengan ketat kita hanya bisa mengirim barang 20ton sekali jalan. Ongkos kirim akan naik dua kali lipat.

Jadi yang paling dirugikan adalah pemilik barang karena tarif angkut barang ini didasarkan pada jumlah rit bukan pada volume atau berat barang meskipun terkadang ada perkecualian namun ini sangat jarang.

Kalau demikian mengapa para sopir melakukan unjuk rasa menentang pemberlakuan aturan Zero ODOL ini ?

Karena mereka yang terimbas langsung di lapangan dan berhadapan dengan oknum yang "mencari-cari" kesalahan berdasarkan aturan yang kurang tegas implementasinya di lapangan.

Sejak adanya razia penerapan over dimension over loading (ODOL) sopir yang kena langsung akibatnya, mereka yang di-tilang padahal yang menentukan muatan bukan mereka, begitu juga mengenai dimensi kendaraan yang mengubah di luar standar juga bukan mereka.

Bila sopir di-tilang dalam sebuah razia besar dan terpadu antara Dishub dengan anggota kepolisian, biasanya mereka bisa minta pemilik truk atau pemilik barang yang membayarnya atau mereka bayar dulu kemudian diganti. Jadi ini tidak terlalu masalah bagi para sopir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun