Persaingan ini mengharuskan masing-masing karyawan menampilkan performa dan loyalitas terbaik mereka, salah satunya dengan bekerja lebih lama dibanding yang lain.
Di negara Jepang yang memang terkenal dengan jam kerja yang panjang dan karyawan yang gila kerja (workalkoholic) dikenal istilah Karoshi atau bekerja sampai mati.
Karoshi yang artinya kematian akibat terlalu banyak bekerja bukanlah cerita baru bagi masyarakat Jepang.
Kasus Karoshi pertama kali terjadi pada tahun 1969, ketika seorang pria berusia 29 tahun meninggal karena stroke dan serangan jantung akibat bekerja secara berlebihan.
Bukan tanpa alasan mengapa orang Jepang bekerja begitu keras. Mereka takut bila tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga berdampak pada pemecatan. Mereka akan sangat malu bila mengalaminya.
Namun, kerja keras yang dilakukan membuat mereka melupakan kondisi tubuh dan kesehatan mereka. Bahkan, meskipun lembur dan bekerja dengan baik di depan atasan, terkadang perusahaan tidak memberikan apa-apa kepada mereka.
Hampir seperempat perusahaan Jepang memiliki karyawan yang bekerja lembur lebih dari 80 jam per bulan dan seringkali tidak dibayar. Kemudian 12 persen perusahaan memiliki karyawan dengan jam lembur 100 jam per bulan.
Terkait dengan hal ini, Jepang sedang berupaya untuk menghentikan kasus karoshi melalui berbagai kebijakan agar para karyawan tidak bekerja secara berlebihan.
Bekerja terus-menerus dalam durasi waktu yang lama dapat mengaburkan keseimbangan kehidupan (worklife balance) seseorang, yang menyebabkan pola tidur dan olahraga terganggu dan pada gilirannya akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke.
Penelitian untuk mengetahui efek terlalu banyak bekerja pada timbulnya penyakit menyimpulkan bahwa pada umumnya kematian karena terlalu banyak pekerjaan "tidak terjadi dalam semalam".
Penelitian tadi juga menemukan bahwa orang-orang di Asia Tenggara bekerja dalam durasi yang paling lama. Orang-orang di Eropa termasuk yang memiliki durasi kerja terpendek.