Orang yang bersikap baik sangat tergantung dari pendapat atau penilaian orang lain. Mereka sangat berhati-hati untuk mengelola "nama baik" mereka, terutama di depan orang-orang yang mereka anggap penting. Tindakan dan perilaku mereka adalah "Jaim".
Orang baik hati juga ingin dianggap baik, namun bukan itu yang mendorong mereka. Mereka terutama dimotivasi oleh apa yang dapat mereka berikan, bahkan bila tindakan mereka tidak terlihat langsung.
Mereka melihat melalui mata empati dan dapat terhubung dengan kebutuhan orang lain. Fokus mereka pada niat baik yang tulus tanpa pamrih membantu anggota tim merasa aman dan dihargai.
3. Bersikap baik kadang menghambat kemajuan
Orang yang bersikap baik mungkin menghindari konflik dan menghindar dari mengemukakan pendapat yang berbeda agar tidak terjadi keributan.
Keinginan kuat mereka untuk disukai hampir selalu di atas segalanya, artinya mereka mungkin membiarkan anggota tim melakukan kesalahan tanpa menegurnya untuk menghindari percakapan yang tidak nyaman.
Dalam kasus ini, kepasifan mereka memperlambat kemajuan karena tim mengalami kemunduran yang mahal dari keputusan buruk yang sebenarnya bisa dihindari.
Orang baik hati memiliki keberanian untuk berbicara tentang kebenaran dengan santun, meskipun mereka mungkin tidak dianggap sopan karena melakukan itu. Keberanian mereka mendorong pemecahan masalah, mendorong inovasi, dan meningkatkan produktivitas.
Refleksi diri:
Bersikap baik hanya sebagai kosmetik saja dan tidak didasari dengan motivasi yang benar dan tulus untuk berempati terhadap kebutuhan orang lain akan membawa kita bersikap "ABS" atau "Jaim" dan lebih parah lagi bisa dicap sebagai "penjilat".
Agar kita mempunyai perilaku yang "authentic", apa adanya dan tulus berbuat baik maka kita perlu memeriksa motivasi kita dalam berbuat baik.