Refly menambahkan persoalan mundur atau tidaknya seorang kepala daerah, lebih pada moralitas pejabat tersebut.
Masih jarang pejabat yang punya jiwa ksatria mengundurkan diri saat dirinya terlibat korupsi, tambahnya.
"Dalam konteks pemerintahan, memang budaya kepala daerah dan pejabat publik ksatria masih sulit diharap. Pejabat itu merasa bersalah apabila mundur lebih dulu sebelum terbukti bersalah," kata Refly.
Masalahnya, kepercayaan publik kepada kepala daerah yang terindikasi korupsi kepalang berkurang.
Alhasil, berbagai kebijakan serta opini kepala daerah itu dianggap sebagai "pembelaan koruptor".
Begitulah yang dialami Rina, Bupati Karanganyar. Walaupun hingga kini (13/12) kasus Rina belum disidangkan, masyarakat Karanganyar sudah memvonis dirinya sebagai koruptor.
Rina lebih dulu mendapat vonis bersalah pada pengadilan opini publik akibat dari statusnya sebagai tersangka.
Ditambah mantan orang terdekatnya ditengarai merupakan dalang korupsi tersebut, makin klop dan meyakinkan.
Berbeda halnya dengan Airin Rachmi Diany, Walikota Tangerang Selatan (Tangsel).
Hingga tulisan ini dimuat, status Airin masih menjadi saksi pada kasus yang melibatkan suaminya, yaitu suap ketua MK, Akil Mochtar.
Saat datang ke KPK setelah sebelumnya Airin mangkir, status Airin masih jadi saksi untuk suaminya.
Itupun baru pada kasus suap ketua MK, Akil Mochtar.