Kota adalah sebuah simbol status sosial ekonomi. Kota bukan saja sebuah tempat mengais rejeki, naum ia menjadi daya tarik dari sisi sosial dan ekonomi. Kota memberi kesempatan luas untuk berkarya bagi orang-orang ulet nan kreatif. Kota juga menjanjikan upah yang tinggi, ditunjang juga ketersediaan kebutuhan barang-barang konsumsi yang lebih lengkap. Maka tak heran jika urbanisasi selain meningkatkan stratifikasi sosial, pendapatan juga perilaku konsumerisme.
Surabaya adalah kota kedua yang akan mendapat "serbuan" urbanisasi. Dispendukcapil Surabaya mencatat tak kurang dari 5 ribu orang pindah ke Surabaya setiap bulannya. Artinya paling tidak ada 55 ribu orang tiap tahunnya pindah ke Surabaya. Kota pun semakin padat dengan beragam konsekuensi logisnya.
Potensi Masalah
Urbanisasi jika tidak dikelola dengan baik akan membawa masalah lebih besar. Mengapa?
Urbanisasi sendiri adalah sebuah "masalah" di masyarakat perkotaan. Ia adalah sebuah manifestasi ketimpangan sosial dan ekonomi itu sendiri.
Kaum urban pun kadang hanya sekadar mengadu nasib di perkotaan tanpa mempunyai bekal pengetahuan dan ketrampilan yang cukup.
Potensi masalah berikutnya adalah tingkat pengangguran yang tinggi di perkotaan, sementara itu urban tetap tidak mau pulang ke desa. Selain tidak mempunyai biaya pulang, urban sudah kadung kemakan gengsi. Hal ini membuat lingkaran setan masalah urban di perkotaan.
Dalam hal perumahan dan tempat tinggal, urban juga menyumbang potensi kepadatan penduduk dan pemukiman kumuh.
Hal ini berdampak kepada masalah daya dukung kota dalam bentuk yang tidak seimbang antara ruang dan lahan yang dibutuhkan dengan jumlah penduduk yang ada.
Dari sisi transportasi, kebutuhan akan pemenuhan pelayanan transportasi akan semakin tinggi. Rasio jumlah angkutan umum dibandingkan dengan kebutuhan semakin tidak seimbang.
Begitu juga peningkatan jumlah kendaraan dibandingkan dengan penambahan insfrastruktur jalan juga tidak seimbang menyebabkan biang kemacetan yang laten.