Newton, Einstein, dan Phytagoras di Pameran Teknologi Jakarta Pertemuan
Di tengah hiruk-pikuk pameran teknologi terbesar di Jakarta, suasana begitu hidup dengan beragam inovasi dari seluruh dunia. Di antara stan-stan yang dipenuhi gadget canggih, robot pintar, dan penemuan futuristik, ada tiga sosok yang tak bisa disangka-sangka sedang berada di tengah keramaian.
Sir Isaac Newton, Albert Einstein, dan Pythagoras—tiga nama besar yang mencetak sejarah dalam dunia ilmu pengetahuan—secara ajaib hadir di pameran tersebut, meski sudah berabad-abad mereka meninggal. Tak ada yang tahu bagaimana mereka bisa berada di sana, namun di hadapan pengunjung yang penasaran, mereka tampak sangat serius mempelajari kemajuan teknologi masa kini.
Newton, dengan jubah hitam yang khas, berdiri di depan sebuah mesin gravitasi buatan yang terlihat seperti sebuah bola besar yang melayang. Ia memandangnya dengan keheranan, tampaknya mencoba memahami bagaimana hukum gravitasi yang ia temukan dapat diaplikasikan dalam dunia modern.
"Menarik," ujar Newton dengan nada terkesan, "mesin ini menggunakan prinsip yang sama dengan apel yang jatuh di kebun saya. Tapi, bagaimana bisa benda ini mengapung tanpa ada daya tarik besar seperti Bumi?"
Einstein, mengenakan jas abu-abu dan rambut kusutnya yang khas, mendekat dengan senyum kecil di wajahnya. "Ah, itu adalah magnet, Newton. Benda itu menggunakan kekuatan elektromagnetik, yang mungkin berbeda dari gravitasi yang kau teliti. Tapi prinsipnya, kita bisa mengatakan, saling terkait."
Newton mengernyitkan dahi, tetapi tidak sepenuhnya merasa bingung. "Tentu, Â Elektromagnetisme. Aku lebih dikenal dengan gravitasi, namun aku selalu percaya bahwa alam ini memiliki satu kesatuan yang lebih besar."
Pada saat itu, Pythagoras yang telah lama diam, yang lebih senang mengamati ketenangan dan keselarasan alam, akhirnya berbicara. "Semua ini adalah tentang hubungan, bukan? Hubungan antara bentuk, angka, dan kekuatan yang tak terlihat. Apa yang Einstein sebut 'relativitas', itu bisa dilihat sebagai bagian dari sistem yang lebih luas. Semuanya terhubung dalam suatu simfoni universal."
Einstein tersenyum dan memandang Pythagoras. "Betul sekali, Pythagoras. Aku sering memikirkan teori relativitas dengan konsep geometri ruang-waktu yang mungkin lebih mirip dengan pandanganmu tentang hubungan angka dan bentuk."
Newton, yang tak bisa menahan rasa ingin tahunya, bertanya lagi, "Dan bagaimana menurutmu, Pythagoras, tentang konsep ketepatan dalam matematika? Aku selalu merasa angka adalah kunci untuk memahami alam semesta."
Pythagoras memandangnya dengan mata yang penuh kebijaksanaan. "Angka adalah bahasa alam, Newton. Tapi bukan hanya angka, melainkan pola yang mereka ciptakan. Lihatlah musik, misalnya. Itu adalah ekspresi sempurna dari hubungan angka dalam bentuk irama dan harmoni. Semuanya saling melengkapi."