Dalam dingin angin malam,
Kutunggu jawaban yang tak pernah datang,
Namun hati ini tetap setia,
Mencintaimu dalam sunyi yang abadi.
Jika kau tak bisa kembali,
Biar kutitipkan hatiku pada malam,
Agar di saat terakhirku nanti,
Kita bertemu di batas mimpi.
Ombak terus datang dan pergi, menghapus setiap jejak kaki yang tertinggal di pasir. Pria tua itu memandang laut sekali lagi sebelum berbalik meninggalkan pantai. Ia tahu, cinta yang ia rasakan tak pernah benar-benar hilang. Cinta itu tetap hidup dalam setiap helaan napas, dalam setiap detik yang berlalu, dan dalam setiap tatapan yang ia arahkan ke langit malam.
Di perjalanan pulang, dengan langkah yang perlahan, ia tersenyum kecil. Meski raganya semakin renta, hatinya tetap muda dalam cinta yang tak pernah pudar. Ia sadar, cinta sejati bukanlah tentang memiliki, melainkan tentang mengingat dan merasakan kehadiran meski tak lagi berwujud.
Malam itu, pria tua itu pulang dengan hati yang lebih tenang, membawa serta kenangan yang terbungkus rindu. Di balik jendela kamarnya, ia menatap langit untuk terakhir kali sebelum tidur. Dan di dalam mimpinya, ia bertemu kembali dengan cinta yang selama ini ia cari. Dalam pelukan malam, mereka bersatu kembali, meski hanya dalam mimpi yang abadi.
Dalam tidur, kutemukanmu,
Di dunia yang tak kenal jarak dan waktu,
Kita menari di bawah sinar bulan,
Tanpa kata, tanpa luka yang menganga.
Meski pagi kan memisah kita,
Dan kau kembali jadi kenangan semata,
Biarlah malam ini aku bahagia,
Bersamamu, dalam mimpi yang tak berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H