Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Jejak di Hening Senja

13 November 2024   17:19 Diperbarui: 13 November 2024   17:24 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jika ada satu pintaku,
Kumohon datanglah dalam mimpiku,
Sekali saja, biar kutatap,
Wajah yang kurindu di balik kabut malam.L

angit malam mulai bertabur bintang, seperti mutiara yang tersebar di hamparan samudra hitam. Pria tua itu memandang langit dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Di antara kerlip bintang, ia merasa melihat bayangan wajah yang pernah ia cintai, tersenyum lembut seperti dulu, saat senyum itu adalah dunia baginya.

Ia mengusap matanya, mencoba menghapus air mata yang tak kuasa ia tahan. Dulu, di tempat yang sama, mereka pernah berbagi janji. Janji yang kini hanya tinggal kenangan. Janji yang tak sempat mereka penuhi karena takdir telah memisahkan mereka dengan cara yang paling sunyi.

Ia pun teringat pada saat-saat terakhir mereka bersama. Wajahnya pucat dan lelah, namun masih terselip senyum yang menenangkan, seolah berkata bahwa semuanya akan baik-baik saja. Namun, pria tua itu tahu, saat senyum itu menghilang, separuh jiwanya turut pergi bersamanya.

Di ujung malam yang temaram,
Kupetik kenangan di batas kelam,
Senyum manismu, pelita dalam gulita,
Menghantui jiwa, membawa lara.

Kau pernah bisikkan kata,
"Takkan ada yang memisah kita,"
Namun waktu tak kenal janji,
Mengambilmu pergi, tinggalkan sepi.

Kini hanya bayang, hanya sisa,
Di antara angin dan suara ombak yang mereda,
Aku mencarimu di ujung senja,
Namun hanya bayangmu yang tersisa.

Pria tua itu akhirnya berdiri perlahan, tubuhnya gemetar dimakan usia. Ia berjalan menuju bibir pantai, membiarkan ombak menyentuh kakinya yang lelah. Dingin air laut menembus kulitnya, membawa serta rasa rindu yang tak kunjung surut. Ia menunduk, memandang air yang beriak, seolah mencari jejak kaki yang pernah berdiri di sampingnya.

Malam semakin larut. Pria tua itu memutuskan untuk berbicara dengan bintang-bintang, mengadu pada mereka tentang rasa yang tak pernah pudar meski waktu terus bergulir. Ia mengangkat tangannya ke arah langit, seolah ingin meraih sesuatu yang tak terjangkau.

"Aku tahu kau ada di sana, melihatku dari kejauhan," bisiknya. "Jika malam ini aku bisa merasakan hadirmu, meski hanya sesaat, itu sudah cukup bagiku."

Bintang-bintang di angkasa raya,
Apakah kau dengar rintihku di sini?
Bawalah rinduku dalam cahayamu,
Sampaikan pada dia yang kucinta selalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun