"Disini bukan tempat main. Anak kecil main sampai larut main, nanti orang tua kalian pusing mencarimu." Nada bicara Daeng Bassa selalu tinggi.
Dan kami pun berbalik arah, menuruti saran Daeng Bassa. Tapi tidak jauh berjalan, dan setelah menoleh, memastikan Daeng Bassa sudah kembali masuk ke gudang, saya menghentikan langkah.Â
Rasa ingin tahuku kembali bergejolak. "Apa yang dibuat Daeng Bassa disana," tanyaku pada Nakku dan Irmang.Â
"Ayo kita lewat belakang, lewat pohon bambu?" kataku lagi.
"Untuk apa?" Nakku menimpali.Â
"Yah mau tahu apa isi gudang itu!"Â
Kedua temanku itu kembali menuruti permintaanku. Setelah melewati rimbun pohon bambu yang sangat gelap. Kami akhirnya sampai dibelakang gudang. Kami mengendap-endap tak mau kehadiran kami diketahui Daeng Bassa.
Kami akhirnya mengintip dari sela jendela yang cuma satu. Dan ternyata disana ada banyak dus yang berisi daun, ada yang kering dan ada yang juga sudah dihaluskan.
Disebelahnya terlihat tumpukan bungkusan seperti tepung berukuran setengah kilo, mirip yang sering kubeli di warung saat disuruh ibuku.Â
Setelah puas mengintip. Kami akhirnya pulang. Saya tak tahu pasti apa yang ada didalam gudang yang dijaga daeng Daeng Bassa itu. Yang pastinya, ada sedikit rasa kecewa karena rasa penasaran untuk melihat sosok hantu yang dibicarakan orang-orang kampung tidak terpenuhi.
Sebelum tidur, saya teringat kembali Film Scooby Doo favoritku itu, yang ceritanya selalu berakhir dengan pengungkapan dibalik konspirasi cerita, membuat suatu wilayah dicitrakan angker dan berhantu. Supaya, aktifitas terselubung ditempat itu tidak diganggu oleh masyarakat sekitar. (**)