"Di mana kejadiannya, Pak."Â
"Kurang tahu, tapi katanya di Kota."
Saya tak lagi melanjutkan pertanyaanku. Tiba-tiba bulu kudukku merinding. Saya langsung membayangkan betapa mengerikan nasib perempuan itu: diperkosa lalu nyawanya dihabisi.
Perempuan malang itu dikubur di lahan bekas kebun Daeng Bassa, yang telah dibeli orang dari kota.
Lahan itu oleh pemilik barunya dijadikan pemakaman. Di sebelah pemakaman, empunya juga membangun gedung yang kata Daeng Bassa, difungsikan sebagai gudang.Â
Letaknya tepat berada disebelah tempat kami mengadu jangkrik tadi. Hanya dipisah jalan selebar sekitar 3 meter yang kondisi aspalnya sudah rusak parah: lubang dimana-mana dan batu-batu bekas aspal berserakan dibadan jalan.
Jika musim kemarau, debu akan sangat menggangu pernapasan. Saat musim hujan, jalan itu lebih mirip disebut "sawah", karena jalan itu berlumpur hebat. Dan celetukan "ambil benih, jalan ini juga mau ditanami" jika musim tanam datang akan sering terdengar.
Saya membayangkan bagaimana nasib peseda dan orang yang naik motor saat hantu itu menampakan diri. Mau tancap gas juga rasanya akan berakibat fatal. Sungguh selalu ada yang lucu.
Saya juga langsung teringat Film Si Manis Jembatan Ancol, yang biasa ditonton ibu di televisi, yang nasibnya kira-kira sama dengan hantu perempuan yang kerap menakuti warga desa.Â
Saya sebenarnya tidak tahu, betulkah orang yang mati tidak wajar maka arwahnya akan penasaran, seperti yang kudengar sepintas dari pembicaraan bapak-bapak beberapa hari yang lalu. Anak umur 12 tahun sepertiku, tahu apa?
Tapi yang jelas cerita ini telah tersebar, dan mungkin telah dipercayai semua orang. Meski, tak ada yang tahu pasti benarkan cerita-cerita yang telah berkembang itu.