Mohon tunggu...
Rustam
Rustam Mohon Tunggu... Jurnalis - Kuli tinta

Menulis dan belajar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Hantu Perempuan Penasaran dan Gudang Penyimpanan

20 November 2019   17:10 Diperbarui: 20 November 2019   17:19 227
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: Liputan6.com

Cahaya senja berwarna keemasan yang menyapa tubuhku sedari tadi, perlahan berubah gelap. Empat ekor jangkrik berkalung hitam, melompat-melompat di kandang kecil yang terbuat dari bambu ditanganku. Kutapaki pematang sawah, langkahku mulai kuayuh.

"Cepat, Ruma" teriak Nakku kepadaku. "Hari hampir malam," katanya lagi. 

"Mana ada hantu sore begini, biasanya hantu keluar waktu malam," batinku. 

Nakku dan Irmang berjalan tergesa-gesa. Mereka khawatir jika kemalaman mengadu jangkrik ditempat ini, bisa-bisa hantu perempuan penasaran yang santer dibicarakan orang-orang kampung, datang dan menakuti kami. 

Dari desas-desus yang beredar, di sekitar sawah yang biasa ditempati anak sepantaranku bermain atau adu jangkrik, kerap terlihat penampakan hantu perempuan berkostum serba putih. Mukanya menyeramkan: biji mata kanan keluar dan wajahnya penuh bekas luka. Rambutnya panjang sebahu.

Hantu itu kerap muncul di pinggir jalan, dan menampakan sosoknya pada orang-orang yang melintas, baik pejalan kaki, pesepeda maupun pengendara sepeda motor. "Sudah banyak yang lihat," kata Nakku tadi setelah tersenyum puas karena Bandu, jangkriku menyerah menghadapi jangkriknya yang memang lebih besar.

***

Adzan Magrib berkumandang saat saya tiba di rumah. Kusimpan jangkrik di atas meja yang terbuat dari bambu di dalam "rabbang". Kumasukan beberapa lembar daun untuk makanan jangkrik-jangkrik kesayanganku itu. 

Di sampingku, dari dalam kandang, puluhan bebek peliharaan ibu yang baru saja diberi makanan dedak basah terlihat asyik bergantian memasuhkan paruhnya kedalam baskom.

"Pak, katanya ada setan di kebunnya Daeng Bassa? Setan cewek yang suka ganggu orang-orang yang lewat?" tanyaku kepada ayah selepas mandi. 

"Orang-orang bilang begitu, Nak. Hantu perempuan itu namanya Neiyta. Ia meninggal dibunuh. Dan katanya sebelum dibunuh, dia diperkosa terlebih dahulu," jelas Ayah sebelum menyimpan sajadah.

"Di mana kejadiannya, Pak." 

"Kurang tahu, tapi katanya di Kota."

Saya tak lagi melanjutkan pertanyaanku. Tiba-tiba bulu kudukku merinding. Saya langsung membayangkan betapa mengerikan nasib perempuan itu: diperkosa lalu nyawanya dihabisi.

Perempuan malang itu dikubur di lahan bekas kebun Daeng Bassa, yang telah dibeli orang dari kota.

Lahan itu oleh pemilik barunya dijadikan pemakaman. Di sebelah pemakaman, empunya juga membangun gedung yang kata Daeng Bassa, difungsikan sebagai gudang. 

Letaknya tepat berada disebelah tempat kami mengadu jangkrik tadi. Hanya dipisah jalan selebar sekitar 3 meter yang kondisi aspalnya sudah rusak parah: lubang dimana-mana dan batu-batu bekas aspal berserakan dibadan jalan.

Jika musim kemarau, debu akan sangat menggangu pernapasan. Saat musim hujan, jalan itu lebih mirip disebut "sawah", karena jalan itu berlumpur hebat. Dan celetukan "ambil benih, jalan ini juga mau ditanami" jika musim tanam datang akan sering terdengar.

Saya membayangkan bagaimana nasib peseda dan orang yang naik motor saat hantu itu menampakan diri. Mau tancap gas juga rasanya akan berakibat fatal. Sungguh selalu ada yang lucu.

Saya juga langsung teringat Film Si Manis Jembatan Ancol, yang biasa ditonton ibu di televisi, yang nasibnya kira-kira sama dengan hantu perempuan yang kerap menakuti warga desa. 

Saya sebenarnya tidak tahu, betulkah orang yang mati tidak wajar maka arwahnya akan penasaran, seperti yang kudengar sepintas dari pembicaraan bapak-bapak beberapa hari yang lalu. Anak umur 12 tahun sepertiku, tahu apa?

Tapi yang jelas cerita ini telah tersebar, dan mungkin telah dipercayai semua orang. Meski, tak ada yang tahu pasti benarkan cerita-cerita yang telah berkembang itu.

***

Kulepas pakaian seragam pramuka yang baru saja kupakai, lalu kusimpan di gantungan dalam kamarku. Betisku masih terasa pegal, sehabis berjalan pulang pergi sekolahku yang jaraknya sekitar 4 kilometer dari rumah. Aku harus jalan kaki, karena sepedaku rusak.

Entah mengapa orangtuaku menyekolahkan aku disana, padahal, ada SMP yang masih berada dalam wilayah kabupaten kami. Letaknya pun relatif lebih dekat.

Seperti biasa, di hari Sabtu, aku akan menyelasaikan nonton film kartun kesukaanku: Scooby Doo Where Are You, sebelum keluar rumah dan bermain dengan teman sepantaranku.

"Tahun 2000 adalah abad milenium. Kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi akan terus berkembang, dan akan diciptakan penemuan yang akan mempermudah aktifitas manusia," begitu kata salah acara televisi, waktu kupidahkan chanel karena film Scooby Doo sedang jeda iklan.

Hari itu Nakku yang mukanya tembem dan gagah itu sudah mengadu jangkrik dengan Irmang yang perawakannya mirip denganku; khas orang kampung. Keduanya terlanjur asyik, sehingga tak sadar aku sudah berada disamping. Langsung saja kudorong tubuh mereka. Badan kedua teman mainku itu oleng, hampir menyentuh tanah. 

"Menggangu saja" kata mereka kompak. 

"Aku ada rencana. Bagaimana sebentar malam kita kesini lagi?" langsung kutimpali omongan mereka.

"Untuk apa?" tanya Irmang.

"Saya penasaran dengan cerita hantu itu. Saya mau kita pastikan kebenaran cerita itu."

Awalnya mereka menolak dengan berbagi alasan. Tapi kutahu, alasan utama mereka karena takut. Tapi setelah kuyakinkan, akhirnya mereka mau juga ikut dalam rencanaku.

Pada waktu yang disepakati, pukul 10 malam, kami bertiga akhirnya berjalan ketempat itu. Nakku dan Irmang tampak malas. 

"Kenapa kita harus melakukan ini?" tanya Irmang.

"Sudah. Ayolah, satu kali saja. Toh menurut cerita, kan tidak ada yang mati karena melihat hantu itu," ucapku meyakinkan kedua temanku itu.

"Kalau sudah kelihatan, kita langsung saja lari sekencang-kencangnya," kataku lagi. Kedua temanku itu menerima penjelasanku barusan.

Saat kami sampai di depan gudang, suara binatang memecah sunyi. Kami sempat kaget, tapi niatku sudah bulat, percobaan ini harus terus berlanjut. 

Sekitar 15 menit ditempat itu, kami tak melihat apapun. Hantu seram yang dibicarakan orang-orang itu belum juga nampak. Tapi tidak lama kemudian, suara dari arah gudang mengagetkan kami. 

Bulu kudukku langsung merinding. Bahkan, Nakku dan Irmang sudah mau berlari, tapi kutahan. "Tunggu dulu". 

Suara seperti langkah kaki terdengar, saya langsung menoleh ke segala arah, memastikan asal suara itu. Degup jantungku terasa berdetak semakin kencang. Aku sudah mulai goyah. "Kayaknya saya harus lari."

Tidak lama kemudian, suara terdengar. "Apa yang kalian lakukan?" syukurlah ternyata itu hanya suara Daeng Bassa. Ia berjalan dari dalam gudang dan menginjak daun-daun kering yang sedari tadi bikin takut.

"Kami cuma jalan-jalan, Daeng. Tidak ada kegiatan besok kan kami juga libur sekolah," kataku terbata-bata menjawab.

"Sudah pulang sana." kata Daeng Bassa dengan nada agak tinggi.

"Disini bukan tempat main. Anak kecil main sampai larut main, nanti orang tua kalian pusing mencarimu." Nada bicara Daeng Bassa selalu tinggi.

Dan kami pun berbalik arah, menuruti saran Daeng Bassa. Tapi tidak jauh berjalan, dan setelah menoleh, memastikan Daeng Bassa sudah kembali masuk ke gudang, saya menghentikan langkah. 

Rasa ingin tahuku kembali bergejolak. "Apa yang dibuat Daeng Bassa disana," tanyaku pada Nakku dan Irmang. 

"Ayo kita lewat belakang, lewat pohon bambu?" kataku lagi.

"Untuk apa?" Nakku menimpali. 

"Yah mau tahu apa isi gudang itu!" 

Kedua temanku itu kembali menuruti permintaanku. Setelah melewati rimbun pohon bambu yang sangat gelap. Kami akhirnya sampai dibelakang gudang. Kami mengendap-endap tak mau kehadiran kami diketahui Daeng Bassa.

Kami akhirnya mengintip dari sela jendela yang cuma satu. Dan ternyata disana ada banyak dus yang berisi daun, ada yang kering dan ada yang juga sudah dihaluskan.

Disebelahnya terlihat tumpukan bungkusan seperti tepung berukuran setengah kilo, mirip yang sering kubeli di warung saat disuruh ibuku. 

Setelah puas mengintip. Kami akhirnya pulang. Saya tak tahu pasti apa yang ada didalam gudang yang dijaga daeng Daeng Bassa itu. Yang pastinya, ada sedikit rasa kecewa karena rasa penasaran untuk melihat sosok hantu yang dibicarakan orang-orang kampung tidak terpenuhi.

Sebelum tidur, saya teringat kembali Film Scooby Doo favoritku itu, yang ceritanya selalu berakhir dengan pengungkapan dibalik konspirasi cerita, membuat suatu wilayah dicitrakan angker dan berhantu. Supaya, aktifitas terselubung ditempat itu tidak diganggu oleh masyarakat sekitar. (**)

*Rabbang: Ruangan berdinding di kolom rumah panggung. Biasanya dinding terbuat dari bambu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun