Dengan jantung berdebar, Zara mengikuti Adrian ke ruang kerjanya.
"Zara," Adrian memulai, "kami sangat terkesan dengan bakatmu. Tapi ada satu hal yang perlu kita sampaikan..."
Adrian melanjutkan, "Kami baru menyadari bahwa usiamu masih 17 tahun dan masih sekolah. Ini membuat situasinya sedikit rumit."
Zara merasakan jantungnya berdebar kencang.
"Kami sangat ingin memberimu kesempatan ini, Zara. Bakatmu luar biasa dan kami percaya kau punya potensi besar. Tapi program ini biasanya untuk seniman yang sudah lulus sekolah," jelas Adrian.
Zara merasa harapannya mulai pupus. "Jadi... apakah ini berarti saya tidak bisa ikut program ini? Apakah saya akan didiskualifikasi?" tanyanya dengan suara bergetar.
Adrian tersenyum lembut. "Tidak, bukan itu maksudku. Kami ingin menawarkan sesuatu yang berbeda untukmu."
Zara mengangkat alisnya, penasaran.
"Bagaimana jika kami menawarkan program khusus untukmu? Semacam program mentoring jarak jauh selama setahun ini, sampai kau lulus sekolah. Kau akan tetap di Indonesia, tapi akan mendapat bimbingan dari kami melalui online,” Adrian menjelaskan idenya.
“Lalu, setelah kau lulus, kau bisa datang ke New York untuk menjalani program ini secara penuh," lanjut Adrian.
Mata Zara melebar mendengar tawaran itu. "Be... benarkah Pak?"