"Program ini memang untuk seniman muda, tapi biasanya untuk mereka yang sudah lulus sekolah. Namun, melihat bakatmu, aku rasa kita bisa membuat pengecualian."
Bu Rina yang mendengar pembicaraan mereka ikut menimpali, "Zara, ini kesempatan langka. Kenapa tidak kau coba saja? Siapa tahu ini bisa jadi awal yang bagus untukmu!"
Zara mengangguk perlahan. "Baiklah, saya akan ikut seleksinya. Apa yang harus saya lakukan, Pak?"
Adrian menjelaskan prosedur seleksi. Zara harus mengirimkan portofolio karyanya dalam dua minggu kedepan. Jika lolos, ia akan diundang ke New York untuk tahap seleksi berikutnya.
Sore itu, Zara pulang dengan perasaan campur aduk. Ia sangat bersemangat dengan kesempatan ini, tapi juga cemas memikirkan reaksi orang tuanya.
Setibanya di rumah, Zara menceritakan semuanya kepada orang tuanya. Awalnya, mereka terkejut dan ragu. Ayahnya khawatir hal ini akan mengganggu pendidikan Zara, sementara ibunya cemas membayangkan putrinya pergi jauh ke luar negeri.
"Tapi Ayah, Ibu, ini kesempatan sekali seumur hidup," Zara mencoba meyakinkan.
"Aku janji akan tetap fokus pada sekolahku. Program ini bisa jadi batu loncatan besar untuk karirku di dunia seni," lanjutnya.
Setelah diskusi panjang, akhirnya orang tua Zara setuju untuk mendukungnya.
Keesokan harinya di sekolah, Zara menceritakan semuanya pada Dafa. Kekasihnya itu terlihat senang, tapi ada kekhawatiran di matanya.
"Aku senang untukmu, Ra. Tapi... bagaimana jika kamu benar-benar pergi ke New York? Kita... kita akan berpisah," ucap Dafa lirih.