Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Menelisik Penyebab Harga Minyak Dunia yang Tidak Kunjung Turun

4 Mei 2022   15:56 Diperbarui: 5 Mei 2022   03:36 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo: Maksym Yemelyanov/AdobeStock

Perang Rusia dan Ukraina telah berdampak langsung pada dunia utamanya negara miskin dan negara berkembang. 

Salah satu dampak yang kini dirasakan oleh dunia adalah meroketnya harga minyak dunia yang membuat negara di dunia termasuk Indonesia harus menghitung kembali kemampuan anggarannya dan juga kenaikan harga utamanya harga kebutuhan pokok yang tidak dapat dihindari.

Kondisi ini diperparah dengan adanya ancaman Amerika dan EU yang akan melakukan embargo minyak dari Rusia yang membuat dunia menjadi panik.

Secara teoritis untuk mengatasi melonjaknya harga minyak dunia ini adalah menaikkan dan membanjiri pasar dengan minyak. Namun yang menimbulkan tanda tanya besar adalah mengapa kebijakan ini tidak diambil dan tidak terjadi?

Jika ditelisik lebih dalam lagi upaya untuk mengatasi lonjakan harga minyak dunia ternyata sangat rumit dan tidak semua orang dapat memahaminya. 

Peran OPEC+ dan OPEC

Salah satu organisasi yang memegang kendali terhadap pasokan dan harga minyak dunia adalah OPEC+. Organisasi ini merupakan kumpulan dari 23 negara pengekspor minyak dan negara non produsen dunia yang secara rutin bertemu di Vienna untuk menentukan seberapa besar pasokan minyak minyah dunia harus digulirkan ke pasaran.

Diantara 23 negara ini ada 13 negara inti yang merupakan anggota OPEC (the Organisation of Oil Exporting Countries) yang umumnya diominasi oleh negara penghasil minyak utama dunia dari Timur Tengah dan Afrika.

Jika dilihat dari sejarahnya OPEC dibentuk pada tahun 1960 dengan tujuan untuk mengatur suplai dan harga minyak dunia.

Peran OPEC ini sangat sentral karena negara yang tergabung di dalamnya menghasilkan 30% dari minyak mentah dunia dengan kapasitas produksi sekitar 28 juta barel per harinya. Arab Saudi tercatat sebagai negara terbesar di dalam OPEC dengan kapasitas produksi 10 juta barel per harinya.

Pada tahun 2016 OPEC bergabung dengan 10 negara lainnya yang bukan penghasil minyak dunia untuk membentuk OPEC+.

Tugas utama OPEC+ adalah menyeimbangkan permintaan dan harga minyak dunia. Artinya OPEC+ dapat mengambil kebijakan untuk menambah suplai minyak ke pasar jika ingin menurunkan harga minyak, sebaiknya jika harga minyak dunia turun maka OPEC+ akan mengurangi suplai minyak ke pasaran.

Sebagai gambaran ada 5 produsen minyak terbesar dunia adalah Rusia, Arab Saudi, Iraq, UEA dan Iran, dimana Rusia menempati urutan pertama sedangkan Arab Saudi menempati urutan kedua sebagai produsen minyak terbesar dunia. 

Tanda tanda gejolak harga minyak dunia memang sudah mulai terlihat di bulan Januari 2020 lalu. Saat itu harga minyak mentah dunia mencapai US$70 per barel.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh US Energy Information Administration, memasuki periode Mei 2020 harga minyak dunia anjok sampai dengan hanya US$10 per barel. Namun sejak saat itu harga minyak dunia terus merangkak sampai mencapai puncak tertingginya di bukan Januari 2022 yaitu US$ 130 per barel nya.

Sempat anjloknya harga minyak mentah ke level terendah ini terjadi karena adanya Covid-19 yang menyebabkan kurangnya pembeli.

Bahkan di saat terburuk ini para produsen minyak sampai membayar orang untuk membeli minyaknya karena kapasitas penampungan minyaknya sudah tidak dapat lagi menyimpan minyak mentah tambahan.

Ketika perang Rusia dan Uraina pecah harga minyak mentah dunia meroket sehingga mencapai lebih dari US$100 per barelnya yang menyebabkan peningkatan harga minyak di seluruh dunia.

Salah satu penyebab terjadinya lonjakan harga minyak dunia ini adalah kebijakan OPEC+ yang meningkatkan pasokan minyak ke pasaran secara bertahap tanpa mempertimbangkan dampak perang Rusia dan Ukrainia dimana Rusia sebagai produsen minyak terbesar di dunia berada di dalamnya.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya ancaman Amerika dan Uni Eropa untuk melakukan embargo minyak Rusia memperparah situasi ini dan menyebabkan ketidak pastian harga minyak dunia. 

Hal ini terkait pada kenyataannya bahwa negara Eropa mengimpor minyak dari Rusia dalam jumlah yang sangat besar yaitu mencapai 2,5 juta barel minyak mentah per harinya.

Jadi bisa dibayangkan jika embargo ini terlaksana maka dunia akan kekurangan pasokan minyak dalam jumlah besar dan mendadak yang akan mengganggu pasokan minyak dunia dan menyebabkan harga minyak tidak terkendali.

Joe Biden dan Boris Johnson secara langsung memang pernah meminta secara langsung mitra terdekatnya Arab Saudi untuk meningkatkan produksi dan suplai minyaknya secara signifikan, namun tampaknya Arab Saudi tidak menghiraukannya.

Tampaknya Arab Saudi dan produsen minyak utama dunia lainnya seperti UEA tidak mau didikte oleh barat untuk meningkatkan produksi minyaknya walaupun sebenarnya negara produsen minyak dunia memiliki cadangan minyak yang cukup besar untuk melakukan hal ini.

Hal lain yang menyebabkan negara OPEC tidak mau membajiri pasokan minyak dunia untuk menurunkan harga adalah masalah keamanan cadangan minyak bagi negaranya karena jika cadangan minyaknya terganggu akan berdampak fatal bagi perkonomiannya.

Disamping itu selama ini diantara negara OPEC+ keberadaan Rusia sebagai produsen minyak terbesar dunia sangat dihargai sebagai mitra yang selama ini telah berkerjasama dengan baik.

Di lain pihak Rusia tampaknya sangat gembira dengan level harga minyak dunia saat ini. 

Di sisi lain OPEC tampaknya ingin terus menjaga hubungan baik dengan Rusia sebagai mitranya, sehingga ke depan diperkirakan harga minyak dunia tidak akan serta merta turun karena OPEC akan meningkatnya pasokan minyaknya secara bertahap dalam jangka panjang.

Penggunaan minyak sebagai salah satu senjata dalam perang memang memiliki sejarah yang panjang. Bahkan perang di Timur Tengah sangat erat terkait dengan minyak ini. Oleh sebab itu, tidak heran jika Amerika menduduki Irak dan Afghanistan karena urusan minyak ini.

Namun kali ini kenaikan harga minyak dunia menjadi semakin rumit karena Rusia yang terlibat langsung dalam konflik ini justru sekaligus merupakan negara produsen minyak terbesar dunia.

Perang Rusia dan Ukraina yang diperkirakan hanya akan berlangsung dalam hitungan minggu saja ternyata menjadi panjang dan semakin rumit karena adanya campur tangan langsung Amerika dan Uni Eropa yang memiliki kepentingan tersendiri dalam perang ini.

Salah perhitungan Amerika dan Uni Eropa dalam perang Rusia dan Ukraina ini membuat situasi semakin rumit dan membuat Rusia semakin nekad.

Dalam situasi seperti inilah, negara lain di dunia yang tidak terlibat konflik Rusia dan Ukraina termasuk Indonesia terdampak peningkatan harga kebutuhan pokok dan meningkatnya harga minyak yang tentunya akan menggerogoti keuangan negara utamanya negara miskin dan negara berkembang.

Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima, Enam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun