Perang Rusia dan Ukraina telah berdampak langsung pada dunia utamanya negara miskin dan negara berkembang.Â
Salah satu dampak yang kini dirasakan oleh dunia adalah meroketnya harga minyak dunia yang membuat negara di dunia termasuk Indonesia harus menghitung kembali kemampuan anggarannya dan juga kenaikan harga utamanya harga kebutuhan pokok yang tidak dapat dihindari.
Kondisi ini diperparah dengan adanya ancaman Amerika dan EU yang akan melakukan embargo minyak dari Rusia yang membuat dunia menjadi panik.
Secara teoritis untuk mengatasi melonjaknya harga minyak dunia ini adalah menaikkan dan membanjiri pasar dengan minyak. Namun yang menimbulkan tanda tanya besar adalah mengapa kebijakan ini tidak diambil dan tidak terjadi?
Jika ditelisik lebih dalam lagi upaya untuk mengatasi lonjakan harga minyak dunia ternyata sangat rumit dan tidak semua orang dapat memahaminya.Â
Peran OPEC+ dan OPEC
Salah satu organisasi yang memegang kendali terhadap pasokan dan harga minyak dunia adalah OPEC+. Organisasi ini merupakan kumpulan dari 23 negara pengekspor minyak dan negara non produsen dunia yang secara rutin bertemu di Vienna untuk menentukan seberapa besar pasokan minyak minyah dunia harus digulirkan ke pasaran.
Diantara 23 negara ini ada 13 negara inti yang merupakan anggota OPEC (the Organisation of Oil Exporting Countries) yang umumnya diominasi oleh negara penghasil minyak utama dunia dari Timur Tengah dan Afrika.
Jika dilihat dari sejarahnya OPEC dibentuk pada tahun 1960 dengan tujuan untuk mengatur suplai dan harga minyak dunia.
Peran OPEC ini sangat sentral karena negara yang tergabung di dalamnya menghasilkan 30% dari minyak mentah dunia dengan kapasitas produksi sekitar 28 juta barel per harinya. Arab Saudi tercatat sebagai negara terbesar di dalam OPEC dengan kapasitas produksi 10 juta barel per harinya.
Pada tahun 2016 OPEC bergabung dengan 10 negara lainnya yang bukan penghasil minyak dunia untuk membentuk OPEC+.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!