Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Lelah Fisik dan Pikiran di Era Daring, Wajarkah?

18 Desember 2020   12:07 Diperbarui: 19 Desember 2020   19:01 1113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : nadia_snopek/Adobe Stock

Ada dua perbedaan besar jenis kelelahan yang mungkin pernah kita rasakan di era sebelum dan pasca pandemi.

Jika sebelum era pandemi kita mungkin lebih banyak merasakan lelah fisik akibat mobilitas kita yang sangat tinggi dalam menyelesaikan pekerjaan, kini kelelahan itu terasa sangat berbeda karena menyangkut juga kelelahan pikiran.

Di era pandemi sebagian dari kita menghabiskan waktu bekerja dari rumah yang tampak sekilas sangat menyenangkan, santai dan tidak mungkin menyebabkan kelelahan fisik karena kita merdeka dapat berbuat apa saja di rumah.

Namun kenyataannya akan sangat berbeda ketika kita sudah menjalaninya hampir satu tahun, dimana kita merasakan kelelahan tersebut lebih berat menimpa pikiran yang akhirnya berdampak pada kelelahan fisik.

Kita mungkin sudah terbiasa duduk bekerja berjam jam karena rutinias pekerjaan kita, namun ada yang berbeda ketika kita dipaksa di era pandemi untuk duduk berjam jam dengan memandang layar laptop serta berkomunikasi secara tidak langsung baik dengan rekan kerja, mahasiswa, murid ataupun kolega lainnya.

Secara perlahan namun pasti kelelahan pikiran dan fisik akibat bekerja terus menerus secara daring tentunya akan berdampak pada kesehatan kita.

Jika kita perhatikan rekan rekan kita atau bahkan diri kita sendiri maka sudah mulai muncul keluhan pusing, gangguan penglihatan, sakit pinggal, bobot badan bertambah dll nya yang tentunya tidak lagi dapat diabaikan.

Jika kita melakukan kilas balik, maka kita akan mendapatkan kenyataan bahwa kelelahan akibat perubahan gaya hidup ini tidaklah kita alami sendiri namun juga dialami oleh orang lain di seluruh dunia mengingat penggunaan komunikasi daring ini sudah sangat masif. Sebagai contoh pengguna Zoom yang saat ini saja sudah mencapai 300 juta orang setiap harinya, belum lagi ditambah data dari pengguna platform lainnya.

Mengapa hal ini terjadi?

Menurut pakar psikologi sistem syaraf berkontribusi besar dalam kelelahan yang luar biasa ini dan berhubungan langsung dengan kelelahan fisik.

Komunikasi secara tidak langsung (daring) merupakan babak baru dalam kehidupan kita dan belum lama terjadi dalam sejarah manusia. Sebaliknya otak kita telah mengalami evolusi dan adaptasi yang berkelanjutan selama ratusan ribu tahun yang menitik beratkan pada komunikasi langsung.

Memang banyak yang berpendapat bahwa komunikasi langsung itu sama saja dengan komunkasi tidak langsung karena kita dapat mendengar suara dan melihat orang yang kita ajak berkomunikasi melalui video conference, namun benarkah demikian?

Jika diamati lebih dalam lagi, maka kita akan menemukan fenomena dimana seusai berkomunikasi kita merasakan perbedaan yang besar antara komunikasi langsung dengan komunikasi tidak langsung dan merasakan ada sesuatu yang hilang dan tingkat kelelahan yang berbeda seusai melakukan komunikasi dengan dua cara ini?

Menurut pakar psikologi komunikasi langsung dan tidak langsung sangat berbeda dalam hal input dan penggunaan energi yang diperlukan.

Otak kita memiliki cadangan energi untuk melakukan semua aktivitas komunikasi ini. Setiap aktivitas seperti berbicara, berargumentasi, berdiskusi dan memikirkan langkah lanjutnya saat melakukan komunikasi langsung akan membuat sistem suplai energi di otak bersifat sangat dinamis.

Dinamika supplay demand energi di otak terkait komunikasi tidak langsung di depan laptop akan sangat berbeda dan terasa lebih sulit karena otak kita memang sudah didesain untuk berkomunikasi dan berinteraksi secara langsung.

Faktor lain yang tanpa kita sadari berkontribusi terhadap kelelahan otak dan berdampak pada fisik adalah gangguan ekternal.

Kita tentunya akan merasa sangat jengkel ketika kita sudah mempersiapkan dengan baik rencana video conference namun tiba ada gangguan jaringan, dimana suara kita terputus putus ataupun tidak terdengar, tiba tiba gambar (video) kita hilang di saat kita menjadi pembicara.

Bahkan hal hal kecil yang tidak dapat kita hindari seperti suara truk sampah yang lewat di depan rumah ataupun suara tukang baso, penjual roti, penjual tahu, penjual sayur yang suaranya sangat lantang melintas dan membuat suara suara tersebut terdengar di video conference membuat kita bertambah jengkel.

Jadi pada intinya terjadi pengurangan kualitas komunikasi jika dibandingkan dengan komunikasi face to face akibat perbedaan proses kognitif nya.

Kita mungkin kurang menyadari bahwa memandang layar laptop selama berjam jam akan menguras energi dan dapat berdampak pada pengurasan mood dan perasaan kita di penghujung hari.

Proses komunikasi memang sangat kompleks karena tidak saja menyangkut melihat layar dan mendengarkan suara saja namun juga menyangkut hal lainnya. 

Saat kita berkomunikasi secara daring ini kita akan kehilangan satu faktor penentu yang juga dapat berpengaruh pada proses berpikir yaitu body language. Bahasa tubuh lawan bicara kita saat berkomunikasi merupakan faktor penting dalam memproses informasi dan olah pikir kita.

The McGurk Effetcs

Menurut pakar psikologi saat kita melakukan komunikasi tidak langsung ada celah keterlambatan antara informasi yang kita terima dengan proses pengolahannya (sekitar 1/100 detik) yang memungkinkan ketidak sinkronan antara informasi yang kita terima dan apa yang kita fahami setelah menerima informasi tersebut. Keterlambatan inilah yang membuat otak kita dipaksa berkerja lebih keras lagi.

Saat berkomunikasi otak kita akan menerima informasi melalui penglihatan dapat juga mempengaruhi apa yang kita dengar. Dalam dunia psikologi fenomena celah pengolahan informasi ini dikenal sebagai efek the McGurk yang mulai dikenal di tahun 1976 lalu.

Sebagai contoh ketika berkomunikasi di tempat umur seperti cafe yang ramai kita dapat mengandalkan penglihatan kita untuk mengolah informasi.

Namun ketika kita berbicara dengan lawan bicara yang mematikan video (hanya ada fotonya saja) atau saat lawan bicara kta mengalami gangguan sinyal yang mengakibat videonya tidak bergerak atau suaranya terputus putus kita tidak akan dapat menggunakan bantuan fasilitas penglihatan kita sebagai bagian dari pendukung dalam melakukan komunikasi.

Jika kita sering mengalami hal seperti ini saat berkomunikasi secara daring secara tidak kita sadari akan menguras energi yang lebih banyak jika dibandingkan dengan energi yang diperlukan oleh otak kita saat berkomunikasi secara langsung.

Gangguan lainnya yang tanpa kita sadari membuat otak kita lelah ketika kita melakukan lomunikasi secara daring dengan orang banyak dan host lupa melakukan setting audio peserta untuk dimatikan suaranya (mute). Dalam situasi seperti ini kita seringkali jengkel mendengar berbagai suara dari peserta yang sama sekali tidak terkait dengan tujuan kita melakukan komunikasi dan berkumpul. 

Saat melakukan video conference kita seringkali melihat perilaku dan dapat mendengarkan suara perserta yang sibuk sendiri dengan kegiatan lainnya yang sama sekali di luar kontak yang kita bicarakan.

Saat ini di era pandemi komunikasi secara tidak langsung (daring) memang terhindarkan dan bagi sebagian kita sudah menjadi bagian dari gaya hidup.

Bagaimana cara mengatasinya?

Dalam situasi seperti ini untuk mengurangi dampak negatif nya kita dapat mengambil langkah untuk melakukan investasi dengan cara membeli peralatan penunjang yang berkualitas dalam mendukung berkomunikasi secara daring ini seperti membeli laptop, microphone, earphone meja, kursi dan fasilitas penunjang lainnya.

Dengan melakukan investasi ini kita akan merasa lebih lebih nyaman melakukan komunikasi daring. Sebagai contoh jika kita melakukan video conference yang walaupun memerlukan waktu yang lama jika duduk di kursi yang nyaman dan dilengkapi dengan layar yang tidak menyakitkan mata dan macrophone yang nyaman didengar tentunya akan dapat mengurangi kelelahan fisik dan pikiran.

Hasil penelitian dari University of Melbourne menunjukkan bahwa pertemuan virtual yang membahas hal hal berat hanya disarankan dilakukan selama 40 menit saja. Jika dilakukan lebih lama kita akan merasakan kelelahan fisik dan pikiran.

Oleh sebab itu disarankan agar kita dapat mengatur jadwal pertemuan virtual dengan baik dengan cara menghidari jadwal pertemuan yang sambung menyambung tanpa memperhatikan jeda yang cukup untuk waktu istirahat kita.

Di era baru dengan gaya hidup baru ini kelelahan pikiran dan fisik yang ditimbulkan saat melakukan komunikasi secara daring bukanlah masalah sepele dan bagi sebagian orang dapat berujung pada stress dan gangguan lanjutan yang ditimbulkannya termasuk gangguan fisik.

Dalam hal ini kita dapat mengurangi beban otak kita dengan cara melakukan hal hal yang disarankan para pakar psikologi seperti yang telah diuraikan di atas akan sangat membantu menjaga kesehatan otak dan fisik kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun