Mohon tunggu...
Royyan Zuhdi Arrifqi
Royyan Zuhdi Arrifqi Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Masih Belajar

Selanjutnya

Tutup

Money

Pindah Ibu Kota atau Menata Ekonomi? Sebuah Dilema Negara Berkembang

8 September 2019   14:52 Diperbarui: 10 September 2019   16:03 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Royyan Zuhdi Arrifqi

181910501036

Fakultas Teknik/Universitas Jember

Ibukota merupakan wilayah yang ditetapkan sebagai tempat kedudukan pusat pemerintahan, selain itu ibukota terkadang juga menjadi pusat aktivitas perekonomian dari sebuah wilayah. 

Begitu juga dengan Negara Indonesia, pusat pemerintahannya berada di Daerah Khusus bernama Jakarta. Letaknya berada di sisi barat Pulau Jawa, berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sisi utaranya.

Sebenarnya, Jakarta merupakan ibukota bentukan pemerintahan Hindia Belanda (Kolonialisme). Desain dan wilayahnya telah disusun dan direncanakan sebagai pusat pemerintahan kolonialisme pada masa penjajahan. 

Secara konstitusional, Jakarta baru ditetapkan sebagai ibukota negara berdasarkan undang undang nomor 10 tahun 1964. Penetapan ini setelah Indonesia mengalami perpindahan ibukota dari dua kota yakni Yogkakarta dan Bukittinggi. Perpindahan ini disebabkan adanya agresi militer yang dilakukan oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration) untuk mengembalikan kedudukan Hindia Belanda di Indonesia.

Yogyakarta pernah menjadi ibukota negara setelah Jakarta diduduki oleh NICA, sehingga demi keamanan negara, maka ibukota harus dipindahkan. Yogyakarta dipilih oleh Presiden Indonesia saat itu, yakni Presiden Sukarno karena memiliki lokasi yang relatif aman dari sergapan musuh. Ini dikarenakan Yogyakarta memiliki dua benteng alami yakni, Gunung Merapi di sisi utara dan Samudra Hindia di sisi selatan. 

Selang dua tahun dari perpindahan ibukota ke Yogyakarta, NICA melakukan agresi militer ke wilayah ibukota baru Indonesia di Yogyakarta. Keadaan ini membuat pemerintah Indonesia menetapkan keadaan darurat dan mendirikan pemerintah sementara yang lebih dikenal dengan PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia) di Bukittinggi dengan Sjafroedin Prawiranegara sebagai pemegang kekuasaan.

Sebagai ibukota negara, Jakarta memiliki peran penting dalam menjaga kestabilan pemerintahan. Namun kini, kondisi Jakarta sudah kurang layak digunakan sebagai pusat pemerintahan Negara Indonesia, banyak sekali problematika yang terjadi dikarenakan semakin padatnya aktivitas yang ada di Kota Jakarta. 

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa beban Pulau Jawa khususnya di daerah ibukota Jakarta sudah melebihi batas, dikhawatirkan bila tidak segera dilakukan pemindahan ibukota, maka akan terjadi pengurangan muka tanah terutama di Kawasan ibukota Jakarta. Permasalahan lain yang hingga kini masih belum bisa teratasi ialah kemacetan. 

Problematikan lawas ini sungguh menjadi beban terbesar bagi ibukota negara. Berdasarkan catatan Bappenas menyebutkan bahwa kerugian ekonomi yang ditimbulkan oleh kemacetan di Jakarta mencapai angka Rp.56 triliun pada tahun 2013 dan mendekati angka Rp.100 triliun pada tahun 2019.

Aksebilitas yang begitu minim membuat pertumbuhan ekonomi bisa saja terhambat dan mengakibatkan kerugian bagi negara. Bahkan setiap harinya masyarakat Jakarta harus menghabiskan hampir seperempat aktivitasnya di jalan karena terjebak kemacetan. 

Kemacetan juga menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan, gas emisi yang dikeluarkan oleh kendaraan menjadi penyebab pencemaran udara. Sampah juga turut menjadi permasalahan yang kini harus dihadapi oleh Jakarta. 

Setiap harinya ada tujuh ribu ton sampah yang dihasilkan oleh pemukiman dan perkantoran di ibukota. Sistem pengelolaan sampah yang tidak sesuai dengan kriteria menyebabkan banyak sampah yang tidak bisa diolah dan bahkan ada beberapa yang berakhir di saluran irigasi dan sungai. 

Akibat banyaknya sampah yang tidak terkendali menimbulkan bau tidak sedap dan lebih parah lagi, sampah menjadi penyebab terjadinya banjir di setiap tahunnya di Jakarta. Semakin padatnya pemukiman sehingga saluran irigasi menyempit ditambah adanya sampah yang dibuang di saluran irigasi.

Dengan permasalahan di wilayah ibukota Jakarta yang begitu komplek maka pemerintah mulai menimbang wacana untuk pemindahan ibukota. kini sedang mempersiapkan wilayah baru sebagai pengganti fungsi Jakarta sebagai pusat pemerintahan. 

Daerah baru yang direncanakan sebagai wilayah ibukota baru harus memenuhi beberapa kriteria, seperti letaknya yang harus strategis dan bisa mengakomodir seluruh daerah di Indonesia, memiliki lahan milik negara yang luas serta memiliki potensi bencana yang rendah.

Selain itu, ibukota baru harus memiliki sumber daya air bersih yang cukup dan bebas dari pencemaran lingkungan, dekat dengan kota exsisting, dan tidak ada risiko timbulnya konflik sosial serta memiliki budaya terbuka terhadap pendatang.  Syarat terpenting tentu harus memiliki pertahanan dan keamanan nasional.

Opsi daerah yang paling ideal diusulkan menjadi ibukota baru bagi Indonesia terletak di Pulau Kalimantan, tepatnya berada di Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.Wilayah ini dipilih berdasarkan letaknya yang strategis karena berada di tengah tengah wilayah Indonesia dan memiliki tingkat rawan bencana yang rendah.

Perpindahan ini diharapkan bisa memberikan dampak positif terhadap perekonomian negara. Setelah perpindahan ibukota, Jakarta masih berfungsi sebagai pusat ekonomi dan bisnis. 

Sekalipun tidak mudah bagi pemerintah untuk bisa menyelesaikan segala problem di Jakarta untuk mendukung kota tersebut sebagai pusat bisnis dan ekonomi. Seperti pernyataan Namun, terbentuknya ibukota baru diharapkan bisa menjadi penarik kegiatan ekonomi agar lebih intensif di seluruh wilayah Indonesia.

Pemerintah Indonesia kini sedang mempersiapkan komponen pendukung perpindahan ibukota. Dalam sebuah proyek yang digadang oleh pemeritah, tentu ada pihak yang setuju dan tidak setuju dengan kebijakan tersebut. Ada berbagai spekulasi dari para ahli tentang kebijakan pemerintah untuk memindahkan ibukota negara. 

Beberapa pihak yang berseberangan dengan pendapat pemerintah mengatakan bahwa dampak ekonomi yang timbul dari perpindahan ibukota dinilai terlalu kecil bahkan bisa berdampak buruk bagi ekosistem perekonomian Indonesia.

Sebuah Lembaga survey di Jakarta, yakni Institut For Development of Economic and Finance (INDEF) mengatakan bahwa diantara dua wilayah yang digadang gadang sebagai ibukota baru yakni Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, prediksi pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) riil nasional terkecil justru terdapat di Kalimantan Timur. Selain itu, pertumbuhan PDRB nya hanya meningkat sebesar 0,24% dan PDRB di provinsi sekitarnya justru menurun, kecuali provinsi Kalimantan Selatan yang meningkat sebesar 0,01% dan Kalimantan Utara sebesar 0,02%.

Berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Institut For Development of Economic and Finance (INDEF) maka ada empat saran yang diberikan kepada pemerintah soal pemindahan ibukota. Pertama, peninjauan ulang rencana pemindahan ibukota negara ke wilayah Kalimantan Timur. Saran ini berdasarkan dampak tidak adanya dampak terhadap indikator pertumbuhan ekonomi makro pembentuknya.

Kedua, pemindahan ibukota sebaiknya dilakukan dalam kondisi perekonomian negara yang sedang mapan dan stabil. Kondisi tersebut yaitu ketika produktivitas industry atau sector tradable goods berbasis sumber daya sedang tumbuh baik dan secara signifikan. Ketiga, pemerintah menyelesaikan masalah ekonomi nasional yang saat ini menghadapi tantangan berat karena kondisi ekonomi global yang tidak dapat diprediksi. Dan yang terakhir yaitu pemindahan ibukota harus memiliki kajian dan perencanaan yang matang agar eksekusinya berjalan efektif dan efisien, dan tidak mengganggu siklus bisnis perekonomian.

Dari pihak yang mendukung perpindahan ibukota menyampaikan salah satu dampak positif yang bisa didapatkan dari perpindahan ibukota ialah lebih meratanya arus perdagangan di Indonesia. 

Selama ini arus perdagangan yang ada di Indonesia hanya terpusat di Pulau Jawa saja. Berdasarkan paparan materi kementrian perencanaan pembangunan nasional atau bappenas lebih dari lima puluh persen wilayah di Indonesia akan merasakan perkembangan arus perdagangan sebab perpindahan ibukota negara. 

Perdagangan akan tumbuh di Kawasan ibukota baru dan wilayah sekitarnya. Selain itu, perdagangan antar pulau di Indonesia. Sekalipun perpindahan ibukota diprediksi menimbulkan tekanan dari sisi permintaan, dampak terhadap inflasi nasional akan minimal. 

Tambahan inflasi nasional yang mingkin terjadi karena pemindahan ibukota hanya berada di kisaran 0,02% basis poin. Beberapa poin penting yang disampaikan oleh Bappenas tersebut, tentu bisa meningkatkan ekosistem perdagangan di Indonesia.

Dengan adanya isu perpindahan ibukota ke wilayah Kalimantan Timur, terjadi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,43 persen pada triwulan II 2019. Pertumbuhan ekonomi ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang hanya sebesar 5,05 persen. 

Pertumbuhan ekonomi ini bersumber dari kinerja lapangan usaha terutama dari pertambangan dan industry pengolahan, keduanya tumbuh lebih tinggi daripada triwulan pertama tahun 2019. Sedangkan dari permintaan, batu bara mengalami peningkatan permintaan yang tinggi dari Cina. 

Peningkatan permintaan batu bara tersebut sejalan dengan aksi frontloading importer batu bara dari Tiongkok, menyusul rencana kebijakan restriksi impor oleh Pemerintah Cina.

Pembangunan infrastruktur ibukota baru juga diharapkan bisa menambah porsi penggunaan dari sumber daya potensial yang selama ini masih belum termanfaatkan. Seperti yang kita ketahui banyak sekali pertambangan di wilayah Kalimantan yang bisa memasok bahan baku pembangunan infrastruktur proyek ibukota baru. 

Dengan berpindahnya ibukota baru di Pulau Kalimantan, maka pengawasan pemerintah terhadap pertambangan yang ada disana lebih maksimal, potensi ini bisa mengurangi indikasi terjadinya kecurangan yang dilakukan oleh pihak swasta yang mengelola pertambangan. Selain itu, harga tanah sesuai NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) akan meningkat.

Dengan begitu banyaknya spekulasi dan pendapat para ahli mengenai rencana pemindahan ibukota negara, maka perlu adanya penetapan kebijakan yang mendukung proses pemindahan ibukota tersebut. 

Efek terhadap ekonomi akan menentukan apakah ibukota memang benar benar harus dipindahkan atau hanya memperbaiki ibukota Jakarta agar layak digunakan sebagai pusat pemerintahan. Dengan beberapa efek terhadap ekonomi yang mungkin timbul dari pemindahan ibukota tersebut, langkah untuk menyusun sebuah rencana masa depan yang mendukung perekonomian negara setelah permasalahan ibukota terselesaikan. Semoga kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah memiliki dampak positif terhadap negara kita tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun