Aku pun kembali menikmati malam. Mungkin karena malam minggu, jadi banyak sekali orang orang yang berkumpul di pinggiran bersama teman-teman. Sinar dari ponsel mereka tampak seperti kunang-kunang yang berpencar di berbagai titik. Cahayanya hilang timbul. Wah, indah juga. Entah mengapa aku merasa lebih lega, sekarang.
Masih terngiang bagaimana ucapan terakhirnya padaku. Ia bilang jika aku memiliki kepribadian yang aneh. "Dih, harusnya ia mengganti kata 'aneh' dengan kata 'unik', biar terdengar lebih sopan."
Katanya, aku sering lupa dengan namanya, sering lupa membalas pesannya, sering lupa tidak membawa ponsel, sering tidak membawa uang, tidak peka, tidak pernah memberi kado, tidak pernah bicara, dan kesulitan merasakan empati pada orang lain atau binatang. Maka dari itu, ia mengajariku merawat kucingnya, hingga sebesar sekarang. Meski aku berusaha mengelak di depannya. Tapi apa yang ia ucapkan barusan adalah kebenaran. Ya Tuhan, betapa baiknya Engkau. Kau kirimkan aku orang yang bersedia mengkritikku tiga jam tanpa script.
#
Dengan sisa paket data di HP, kuputar lagu di spotify. Judulnya 'we'll be okay, for today' dari Anya dan Arash. Nggak tau, enak aja ndenerinnya sambil menatap langit-langit semesta.
"A', seblak, A'." Mamang seblak yang sedari tadi sibuk melayani pelanggan tiba-tiba menyodoriku, semangkuk seblak panas.
"Punten, Mang. Saya nggak bawa uang." Kesekian kalinya aku lupa nggak bawa dompet saat keluar rumah.
 "Ini gratis. Coba dulu. Enak." Sambil menerima semangkuk seblak, si Mamang duduk di sebelahku. Ku coba matikan musik, namun dilarang sama si Mamang.
"A', setiap kejadian pasti ada hikmahnya. Mungkin belum jodoh. Semoga dapat yang lebih baik." Ucapan si mamang layaknya sumber mata air di tengah kemarau.
"Makasih Mang." Mungkin sedari tadi, Mamang seblak mendengar teriakan-teriakan aibku yang dibongkar secara sepihak.
#