Aku mengangguk. Lelaki berjas putih tadi masih mengarah kepadaku. Aku merinding.
"Pak, kalo laki-laki itu siapa, Pak?" tunjukku dengan mengarahkan muka ke laki-laki tadi.
"Yang mana, Mbak? Maaf kalo jauh saya ndak kelihatan" Beliau tersenyum dan kembali mengayunkan gunting pemotong rumput di rerimbunan tanaman pagar. Aku buru-buru berlalu melalui pagar depan dan masuk ke parkiran yang mulai ramai petugas rumah sakit.
Aku terus kepikiran dengan laki-laki tadi, hingga tidak fokus melakukan koas hari pertama. Malamnya, aku pulang dengan menangis sesenggukan menuju kos yang jaraknya lumayan jauh. Belum sampai di parkiran, aku kembali melihat laki-laki itu berdiri mematung ke arahku. Dia seperti mengikutiku dan berpindah-pindah tempat. Kini aku yakin jika ia bukanlah manusia, karena ternyata jika dilihat dari jarak dekat, ia tampak lebih transparan di siang hari, dan terlihat cukup jelas ketika menjelang malam. Aku melihatnya, meski aku bukan indigo.
      Sesampai di kos, buru-buru aku menelepon Aiman dan menceritakan kejadian hari ini. Tapi, jawaban Aiman tidak sesuai dengan apa yang aku harapkan. Ia sepertinya kelelahan untuk koas hari ini. Dia hanya menganggap aku sedang mengada-ada karena saking takutnya aku pada kematian Felix yang mengejutkan. Jujur, Felix adalah orang yang baik. Terkadang humoris, dan terkadang pendiam. Entah kenapa dia selalu perhatian padaku dan baik, layaknya saudaraku sendiri. Melebihi baiknya Aiman.
      Beberapa hari kemudian, laki-laki yang kuduga hantunya Felix kembali membayangi. Ia terus mengikutiku, dan sesekali menampakkan diri dan seperti ingin menyampaikan sesuatu.
Karena merasa terganggu, aku terus berusaha menghubungi Aiman untuk menceritakan hantu yang semakin hari semakin mirip dengan Felix. Felix bukanlah keturunan asli Indonesia. Wajahnya khas ala bule, karena ayahnya warga negara Jerman, setauku. Ibunya Cina Indonesia. Kulitnya putih bersih, dan jarang orang yang setampan dia di daerah ini. Sehingga semakin jelas jika dia adalah hantunya Felix.
#
"Man, plis angkat telpon gue, Man. Si Felix nggak cuma ngikutin gue di rumah sakit, tapi di kost-an juga, Man." Chatku pada Aiman sambil tangan gemeter karena ada suara sepatu pantofel yang keras banget di luar kamar. Aku yakin, nggak ada cewek tengah malem yang jalan-jalan di lorong kosan pake pantofel. Kurang kerjaan banget.
      Karena tidak segera mendapatkan balasan dari Aiman, aku menghubuni Fira, teman se-RS dengan Aiman. Si Fira pun tidak segera membalas hingga aku ketiduran dan pagi tiba. Aku sampai nggak berani keluar kamar untuk sekedar wudhu di subuh itu. Aku bener-bener wudhu pake air galon minum di kamarku dan aku wadahi pake keranjang make up. Untungnya ukurannya lumayan besar. Meskipun akhirnya kamarku basah sana-sini.
Buru-buru aku melihat chat dari Fira. "Lo nggak tau Rin? Aiman masuk RS loh, drop banget dia. Sejak hari kedua." Demikianlah tulisan dari seseorang bernama Fira itu.