Mohon tunggu...
Rosul Jaya Raya
Rosul Jaya Raya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pasca Sarjana

Pembaca sastra (novel; cerpen; esai), pendengar kajian filsafat dan musik, penonton kearifan lokal; sepak bola timnas Indonesia; kartun, pemain game Mobile Legends. Instagram: @rosuljayaraya24

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Paskibra

30 Agustus 2024   18:09 Diperbarui: 31 Agustus 2024   23:06 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi keinginan yang memendar di depannya tak bisa digapai. Karena lima hari yang lalu, Aprilia membonceng di motor pacarnya lalu motor itu terjatuh di tikungan jalan hingga membuat beberapa bagian tubuhnya yang seputih lilin lecet. Untung saja keduanya yang terguling di aspal terempas ke pinggir jalan. Sebatas menyisakan luka-luka merah. Tak ada tabrakan. 

Dia baik-baik saja. Masih dapat ikut paskibra. Kaki dan tangannya tak terkilir. Tapi, guru olahraga mencoretnya dari daftar anggota paskibra, karena codet di pipi kanannya membuat penampilannya kurang menarik sebagai paskibra putri. Murung di wajah Aprilia waktu itu terbawa sampai hari ini. Benarkah gadis kaya ini merdeka di hari 17 Agustus ini?      

4

Dua hari yang lalu, Minan, guru olahraga mencoret dua siswa yang tak dapat ikut paskibra untuk upacara sekarang. Iyalah Gunandar dan Aprilia. Tidak sulit mencari pengganti keduanya. Tinggal memasukkan kembali di antara mereka yang tak lolos seleksi paskibra. 

Lanskap di depannya mengingatkannya pada masa sekolah dulu. Dia juga pernah menjadi paskibra.  

Dulu semasa sekolah dasar, Minan bagian dari pasukan baris-berbaris. Sekolahnya mendapuk piala tatkala dia dan teman-temannya berlomba di kabupaten tingkat provinsi. Saat SMP, Minan tergabung di ekskul basket. Saat itu sekolahnya di peringkat I pertandingan basket tingkat provinsi. Dan, saat SMA, Minan ikut ekskul sepak bola. Lagi-lagi dia turut menorehkan juara tingkat provinsi mewakili sekolah. Tibalah masa kuliah, Minan ikut kegiatan unit mahasiswa pencak silat. Saat dirinya dilombakan silat mahasiswa tingkat provinsi, sekonyong-konyong dia menang, juara III, berhasil membawa pulang medali dan piala.          

Namun, pasca sarjana, Minan tak menjadi atlet apapun. Tidak paskibraka; tidak pemain basket; tidak pemain bola; dan tidak atlet pencak silat. Ketololannya yang tak memperdalam dan fokus di satu bidang olahraga itu, belakangan disesalinya.  

Kini, Minan sekadar guru honorer yang gaji saban bulannya 800 ribu. Dia punya tiga anak. Syukur saja, istrinya membuka usaha warung makan. Penghasilan istrinya lebih banyak daripada guru olahraga itu. 

Tak ayal Minan diam saja saat dimarahi istrinya yang cerewetnya minta ampun di rumah. Maka, dia akan pergi keluar. Menuju pangkalan ojek. Dan mengobrol dengan para tukang ojek termasuk Durtom. Benarkah guru honorer berbadan buncit---tak seperti badan atlestisnya dulu saat remaja, yang menatap murid-murid paskibra ini, merasakan sebenar-benarnya kemerdekaan? 

5

Barangkali jika keempat tokoh itu tak benar-benar merasakan arti kemerdekaan, mungkin pembina upacara bertubuh kecil dan kurus bernama Nusman, yang menjadi kepala sekolah karena dia putra pemilik sekolah swasta itu, yang merasakan makna kemerdekaan menjalar di sekujur kulitnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun