Justru aneh ketika membahas RUU – Ketahanan Keluarga, Ibu Tunggal hanya sebatas definisi tidak / belum ada keberfihakan atas nasib para Ibu Tunggal pastinya lebih dari 2600 single Mom.
Effie Putri Adjie yang berkesempatan mewakili SMI mencoba menyoroti beberapa pasal pada RUU Ketahanan Keluarga tentu saja dikaitkan dengan kenyataan di lapangan bahwa RUU tersebut “belum” membahas posisi Ibu Tunggal secara apa adanya dan kenyataan di lapangan, di mana posisi Kami sebagai Ibu Tunggal dalam rancangan Undang – Undang ini seperti diantaranya, membahas beberapa pasal ;
Pasal 1 ,
Dalam pasal ini memuat beberapa definisi dari keluarga , ada definisi keluarga, normal ada keluarga Ibu / Ayah dan Ibu Tunggal selewatan saja tentang keluarga tunggal sudah muncul. Namun kemudian dirincikan pada no (pasal) 14 dan 15 dengan batasan seperti kategori sebagai berikut :
- Keluarga Tangguh
- Keluarga berkualitas
- Keluarga rentan
- Keluarga Ibu Tunggal
Dari sisi terminology saja kategori ini masih butuh Kita kritisi bersama karena akan berpeluang menjadi stigma, terkhusus ketika sudah menjadi acuan dikalangan masyarakat, karena jelas ketika RUU sudah diketok dan disahkan menjadi perundang – undangan sebagai Ibu Tunggal akan sangat terbebani dengan beban – beban yang kelewat ideal namum sungguh sepertinya imposible.
Saat undang – undang diimplementasikan ditingkat pelaksanaan ; maka peraturan – peraturan tersebut di bawahnya akan lebih memberikan semacam stigma yang implikasinya langsung pada sisi masyarakat dan menukik pada psyckologi kehidupan Ibu Tunggal dianggap model keluarga yang rentankah atau kategori keluarga yang mana?
Memang sebaiknya digulirkan saja sebagai program – program pemerintah yang lebih menyentuh pada kehidupan keluarga – keluarga misalnya masuk dalam kategori rentan, sehingga wabil khusus tidak menjadi beban yang bertumpuk – tumpuk menimpa Ibu Tunggal.
Pasal 25,
Titik beratnya memang membahas tentang kewajiban Ayah atau Ibu bisalah disebut sebagai kewajiban suami dan istri; dalam konteks kewajiban suami/istri kalau dikaitkan dengan Keluarga Ibu Tunggal maka pasal ini cukup tidak relevan; karena yang diinginkan oleh RUU tampaknya memang untuk kondisi normal, kalau kondisinya cerai Ayah / Ibu yang kemudian masing – masing berperan solo tentu RUU ini hanya untuk kategori yang umum dalam tradisi Nenek Moyang yang relative kokoh dengan jimat istri itu suargo nunut neroko katut.
Sehingga terkesannya Ibu Tunggal silahkan mlipir . . . . tidak masuk dalam kategori rangkaian rakyat Indonesia, trus . . . .kumaha ?