“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak – haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan.”
QS. Asy Syu’araa’ (26) : 183
Pagi tepat jam tujuh, ia telah berdiri di depan kelas dan secara instan dengan sangat terampil menggambar bola dunia hampir sepenuh papan tulis, dibiarkan polos tanpa gambar apapun.
Bola dunia itu sedemikian bulat sempurna tanpa belok – belok apalagi miring, ketakjuban kami terekam hingga kini.
Kemudian ia menghadap kepada seluruh siswa di ruang kelas SMP Negeri VII Jalan Ambon – Bandung ; dan memerintahkan kepada Ketua Kelas untuk memimpin berdoa.
Usai berdoa, guru sepuh ini, yang duduk di bangku khusus guru posisi paling depan kemudian mengurai beberapa bahasan diantaranya tentang potensi tambang di Indonesia.
Pak Jojon (nama sesungguhnya) pengampu mata pelajaraan Ilmu Bumi, yang masa kini disematkan kata Geografi adalah guru yang dengan sangat fasih mengurai :
Tentang Minyak Bumi
Di Indonesia daerah-daerah penghasil minyak bumi terdapat di Pulau :
- Jawa yaitu : Cepu, Cirebon dan Wonokromo
- Pulau Sumatra yaitu : Palembang dan Jambi.
- Pulau Kalimantan : Pulau Tarakan, Pulau Bunyu, Kutai dan Balikpapan.
- Pulau Papua : Sorong.
Guru Ilmu Bumi ini pun menambah keterangannya, bahwa :
“Kualitas minyak bumi di Indonesia cukup bagus sehingga berperan penting dalam perekonomian Indonesia.”
Sangat memikat Bapak Guru dengan perawakan tinggi besar ini menggambarkan peta buta (istilah populer ketika itu) letak masing – masing daerah yang telah beliau uraikan, pulau Jawa di paling bawah dengan panjangnya yang cukup proposional, Kalimantan sebagai the biggest island, Sulawesi agak terhimpit Kalimantan dan Irian Jaya, Sumatra agak miring ke kiri . . .
Pak Jojon kembali duduk di bangku – nya, dan ia pun melanjutkan penjelasan pagi itu tentang :
Tambang Batu Bara
“Batu bara di Indonesia dihasilkan di daerah :
- Ombilin Sumatra Barat,
- Bukit Asam Palembang,
- Kalimantan Barat,
- Kalimantan Tengah,
- Kalimantan Timur,
- Kalimantan Selatan,
- Riau,
- Aceh,
- Papua.
Batu bara yang dihasilkan setiap daerah memiliki sifat yang berbeda.”
Kendati Pak Jojon hanya membawa buku kecil semacam notes, akan tetapi ia menjelaskan dengan rinci dan tepat tentang kekayaan tambang milik Indonesia ini, seperti juga tentang ini :
Tambang Timah
Daerah-daerah penghasil timah di Indonesia yaitu :
- Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep yang menghasilkan lebih dari 20 persen produksi timah putih dunia.
Suaranya cukup merata utuh dan jelas hampir keseluruh ruangan guru Ilmu Bumi ini menyampaikan :
“Biji timah yang ditambang di Indonesia umumnya adalah jenis endapan timah aluvial yang sering disebut endapan timah sekunder atau timah placer.”
Andrea Herata, belum menuliskan kisah Ibu Muslimah ketika itu dan sama sekali pengetahuan tentang tambang timah kebanyakan dari masyarakat Indonesia hanya sebatas tempat saja : Belitung titik.
Lasykar Pelangi belum lahir, bahkan embrio – nyapun mungkin zero . . .
Pak Jojon, dengan kekuatan suara dan semangat seorang guru masa itu tampak terpancar keikhlasan dirinya melanjutkan bahasannya :
Gas Alam
Gas alam cair diproduksi di Arun dan Badak yang selanjutnya diekspor antara lain ke Jepang.
Minyak bumi cair yang sering disebut LPG ini terdiri atas propan dan butan, kendati sekarang LPG digunakan untuk bahan bakar kompor gas oleh masyarakat, ketika Pak Jojon menjelaskan masyarakat Indonesia saat itu masih menggunakan minyak tanah, atau kayu bakar.
Belum tren menggunakan LPG saat tahun tujuh puluhan.
Entah tahun berapa ya mulai menghilang minyak tanah, penulis ingat saat Wakil Presiden Yusuf Kalla periode pertama pemerintahan bersama Presiden Susilo Bambang Yudoyono, dan minyak tanah sekarang selain sulit diperoleh kalaupun ada harganya cukup mahal.
Tambang Emas Dan Perak
Daerah penghasih emas dan perak di Indonesia yaitu :
- Tembagapura di Papua,
- Batu Hjau di NTB,
- Tasikmalaya, dan Jampang di Jawa Barat,
- Simao di Bengkulu, Logos di Riau,
- Meulaboh di NAD.
Emas dan perak merupakan logam mulia yang berharga jual tinggi.
Subhanallah . . . . Pak Jojon, ketika itu sekitar tahun antara 1975 – 1977 saat penulis masih duduk di SMP terkenang beliau selalu menanyakan letak – letak dimana ada timah, batu bara, minyak dan seterusnya dan kami satu persatu harus mengingat lokasi lokasi itu entah bermakna apa di benak guru sepuh ini.
Saat ini rasanya dari ‘indoktrinasi’ Pak Jojon bahwa kami harus hafal dan mengetahui letaknya menggunakan peta buta ( akh . . . google map terlalu canggih namun membodohkan ), sesungguhnya beliau menitipkan pada murid – muridnya agar alam Indonesia dengan kandungan tambangnya yang berlimpah selalu dijaga, dan dijaga.
Entah dengan cara apa . . . .
‘Pamali’ Kalimat Sakti Karuhun Urang Sunda
Jika masyarakat di Jawa Barat kurun waktu tahun enam puluhan dan tujuh puluhan seringkali jika melarang putera dan puterinya terkait sesuatu larangan atau pantangan cukup menyampaikan dengan kata ‘pamali’ kami di jaman itu mematuhinya tanpa komentar.
Untuk saat ini kata ‘pamali’ sudah usang tidak berlaku lagi dan hilang kecuali masih ampuh di wilayah Baduy Dalam Serang Banten dan Kampung Naga Tasikmalaya, karena disana tatanan masyarakat di bangun dengan kearifan turun temurun.
Sehingga masyarakat Indonesia khususnya traveller, dapat membuktikan kearifan lokal masyarakat yang menjaga keseimbangan alam dan lingkungan yang terpelihara dan terkendali.
Merenung saja sejenak tentang kelestarian alam di wilayah penambangan yang tersebar di seluruh Indonesia sebagai mana yang telah dijelaskan Pak Jojon guru Ilmu Bumi kami.
Secara terang benderang kita sudah banyak yang mengetahui bahwa pertambangan adalah sumber kemakmuran sekaligus sumber pengrusak alam yang paling horor dan ganas.
Tentu saja dalam pelajaran kewarga negaraan pernah diungkapkan bahwa :
“Seluruh alam beserta kandungan isinya dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat ini” Pasal 33 Kitab Undang – Undang Dasar
Sebagai seorang guru yang awam tentang tambang, saya sempat menyaksikan kemakmuran satu area terdidik di daerah Duri – Riau beroperasinya Caltex. Dan saya sangat takjub melihat keteraturan yang berbeda dari kota tempat tinggal saya di Bandung.
Para keluarga yang berada dalam wilayah kekuasaan Caltex, mereka hidup pada kompleks yang tertata rapi terjaga, satpam dua puluh empat jam dan hidup dengan kemakmuran yang berlimpah, minimalnya para istri pegawai tambang menggunakan Pajero dan mereka menyimpan asset – asset keluarga diantaranya membangun rumah kost – kostan berlantai sekian pada kantong – kantong banyak mahasiswa di seluruh Indonesia khususnya Bandung.
Lalu bagaimana dengan lingkungan sekeliling – nya ?
Beberapa hektar di luar komplek adalah masyarakat rimba yang terbelakang dan banyaknya sisa – sisa ladang minyak yang ditinggalkan entah oleh perusahaan legal entah oleh penambang liar.
Jadi sesungguhnya pasal 33 dari UUD kita kemakmuran itu ada.
Kemakmuran sudah tercapai bagi ‘sedikit’ rakyat yang terdidik pada level gaji yang sempat terdengar hingga 150 jutaan, untuk guru sertifikasi ampun saja jumlah uang sebesar itu harus bekerja hingga masa 10 tahunan. Bayangkan betapa timpangnya kesejahteraan di bumi yg kaya dengan kekayaan alam ini.
Horor dan Ganasnya pengrusakan tambang :
Selain kerusakan iklim dan lapisan tanah, berikut yang sangat penting kita fikirkan dengan seksama . . . . . . .
Pada umumnya para penambang untuk menseleksi emas diantara batuan dan pasir saat penambangan menggunakan bahan – bahan kimia yang berbahaya, Dan berdampak lebih horor lagi yakni mencemari tanah, air atau sungai dan lingkungan sekitarnya.
Saya membayangkan juga apakah Newmont seperti ini, mencemari lingkungan seperti yang dibicarakan banyak nitizen saat ini.
Menguraikan dampak keganasan akibat kerusakan – demi kerusakan, adalah kenyataan yang memilukan jika yang menderita adalah putera, puteri dan anak cucu kita yang sedarah dan sedaging.
Jika suatu masa yang akan datang anak dan cucu sedarah sedaging, hidup di tanah yang tidak produktif mau makan apa mereka . . . .
Jika suatu masa yang akan datang anak dan cucu sedarah sedaging, hidup pada iklim yang berpolusi dan tercemari artinya mereka tidak akan hidup sehat tinggal menanti ajal datang saja, dan seterusnya demikian pun air minum beracun kimia yang sangat berbahaya.
Maka itu mencegah kiamat karena ketamakan, keabaian dan ketidak pedulian satu kasta masyarakat tambang yang jauh dari permukiman lazimnya di kota – kota, pendidikan tawarannya.
Kerarifan lokal dengan kalimat – kalimat larangan semisal pamali, sangat sudah tidak akan mempan . . .
Jalan paling bijaksana adalah : Pendidikan yang berkesinambungan.
Secara asumsi saja, berapa banyak wilayah yang terluka akibat penambangan kemudian berapa banyak tenaga yang di butuhkan untuk penanggulangan reklamasi dan sebagainya terkait kerusakan, untuk kapan . . . ? berapa jumlah biaya yang dibutuhkan pasti bisa dihitung.
Berapa banyak masyarakat lingkar tambang yg berduka ditengah kegembiraan para pengeruk harta melalui tambang? Mereka yg hidup disekitar tambang saja banyak yg belum sejahtera.
Tentu saja sekarang dan saat ini kita butuh para terdidik yang sadar pentingnya konservasi dan reklamasi.
Adakah tenaga itu, dimana para relawannya lalu kita mau melakukan apa ?
Seakan semuanya gagap dan impoten ;
Lho kata pemerintah gagap dan impoten bagaimana, kami sudah memiliki Undang – undang tentang lingkungan hidup :
Ini buktinya.
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) menurut UU no 32 tahun 2009 pasal 1 ayat (2) adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.
Bagi penulis salah satu upaya sistematis dari penjabaran UU no 32 ini adalah pendidikan tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dilaksanakan sejak usia dini, SD, SMP dan SMA hingga PT yang dirancang sedemikian rupa hingga kebutuhan sampai lima puluh tahun ke depan dapat terpenuhi dan berharap lingkungan terselamatkan.
Pendidikan untuk penyelamatan lingkungan ini hendaknya benar – benar menjadi tanggung jawab pemerintah dan perusahaan – perusahaan penambangan yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sehingga seluruh siswa mendapat bea siswa tanpa kecuali, mungkin Akademi Perikanan dan KelautaSidoarjo dan Sekolah Tinggi Perikanan menjadi sampel sebagai sekolah pemenuhan untuk salah satunya menjaga kelautan di Indonesia.
Jika Pertambangan sudah ada khusus untuk Penjagaan Lingkungannya mana ?
Ada seorang kakek tua, disatu wilayah karena menyaksikan keganasan dampak penambangan yang tidak bertanggung jawab.
Ia sempat berucap kepada penulis dengan wajah sendu dan intonasi kata demi kata bermakna berang :
"Apakah bangsa ini tidak bisa sedikit bersabar untuk tidak membongkar isi perut bumi sehingga betul – betul menjadi warisan masa depan, gunakan dan optimalkan saja apapun yang ada di permukaan bumi Nusantara Raya ini.
Debatable . . .
Terlanjur sudah . . .
Ciburial, Bandung 22 Januari 2016 / 14 Rabi'ul Tsani 1437 H