***
Ibadah haji merupakan penutup rukun Islam. Berangkat ke tanah suci menjadi impian. Setiap umat Islam tidak cukup meletakkan ibadah ini sebagai kewajiban semata. Tapi sebuah kerinduan sangat dalam akan bisa langsung bertemu Kabah sebagai fase terakhir dalam kehidupan.
Syariat mengajarkan bahwa kewajiban menunaikan ibadah haji sekali seumur hidup, bila mampu. Kondisi mampu di sini, sering dimaknai sebatas keuangan. Siapa mampu bayar, mereka bisa berangkat. Ibadah disetarakan peristiwa transaksional.
Terbatasnya kuota tidak sebanding dengan semangat keinginan berhaji. Akibatnya berbagai cara dilakukan meski melanggar aturan. Kondisi membuka celah sisi gelap, kemudian dimanfaatkan oknum mencari pundi. Sisi menjadi incaran bisnis mengambil keuntungan secara finansial. Perjalanan spiritual ibadah yang mestinya sakral bergeser menjadi bisnis menggiurkan.
Kondisi di lapangan ternyata berhaji tidak cukup mampu sekadar punya duit. Ada mampu dalam kesehatan. Dalam arti jemaah punya kemampuan jiwa dan raga melaksanakan rangkaian ibadah. Tidak memiliki gangguan kesehatan selama proses ibadah.
Ada pula mampu secara ibadah. Jemaah mampu menjalani ibadah secara baik. Memahami dan mampu memenuhi serta bedakan batas syarat, rukun, wajib dan sunah dalam rangkaian haji. Termasuk di dalamnya mampu menjalani setiap tahapan ibadah secara baik dan tertib.
Namun di luar itu, penulis ingin mengulas sedikit terkait kemampuan jemaah yang sering dilupakan, yakni taat terhadap konstitusi. Loh kok? Apa hubungannya?
Pada dasarnya taat konstitusi dapat dimaknai kepatuhan jemaah dalam hal ini warga negara terhadap regulasi penyelenggaraan ibadah haji. Sebuah kesadaran dan kemampuan yang bermula dari literasi terhadap hukum negara dalam penyelenggaraan ibadah haji, baik di Indonesia maupun Arab Saudi.
Sebuah Fenomena
Fenomena jemaah tanpa visa haji tidak muncul dengan sendirinya. Peristiwa tersebut umumnya ditopang oleh sejumlah aktivitas berpola serupa. Pola berkembang dan dilakukan berulang banyak oknum. Ada kecenderungan eskalasi meningkat dalam berbagai tingkatan.
Sebut saja praktik umrah di akhir bulan Syawal dan sengaja tinggal lebih lama (over stay). Jenis visa yang mereka pegang pastinya bukan visa haji. Jika mereka pegang visa umrah, Pemerintah Saudi telah tetapkan musim umrah tahun 2024 ini berakhir pada 23 Mei 2024. Artinya visa tersebut sudah tidak berlaku dan keberadaan mereka melanggar kedaulatan negara setempat.