Tarif Resmi
Biaya sertifikasi halal diatur melalui Peraturan Menteri Keuangan. Ini tarif resmi dari Pemerintah. Biaya dimaksud sudah mencakup pendaftaran, administrasi LPH, jasa auditor, transportasi, akomodasi, cek laboratorium, sidang fatwa, dan penerbitan sertifikat.
Untuk menjaga transaksi lebih transparan, pembayaran hanya dilakukan satu pintu melalui BPJPH. Untuk meminimalkan main mata antara pelaku usaha dengan LPH maupun auditor, biaya dibayar melalui bank.
Label dan Kode Sertifikat Halal
Meski belum dipublikasikan, hampir bisa dipastikan label atas sertifikat halal terbitan BPJPH berbeda dengan sebelumnya. Label ini ke depan akan menggantikan seluruh label yang selama ini berlaku.
Pelaku usaha wajib menempelkan label pada produk, di tempat yang mudah dilihat konsumen. Untuk produk yang dinyatakan tidak halal, pelaku usaha wajib memberikan keterangan "Tidak Halal".
Meski demikian sementara sampai tahun 2024, pelaku usaha yang telah memperoleh sertifikat halal dari MUI, masih dapat gunakan label dari MUI. Ini termasuk antisipasi pelaku usaha yang telah stok kemasan hingga betahun lamanya.
Bagi pelaku usaha yang menggunakan label halal BPJPH, tanpa melalui proses sertifikasi halal akan dikenakan sanksi pidana. Begitu pula bila kedapatan perubahan bahan atau komposisi tidak dilaporkan, sertifikat diancam dicabut.
Sistem pengkodean sertifikat pun hampir bisa dipastikan berbeda dengan MUI. Ini dampak atas perluasan lingkup sertifikasi halal. Selain juga di setiap sertifikat halal wajib tercantum Kode Sistem Harmonisasi (HS Code) sebagaimana digunakan Badan POM dan Ditjen Bea Cukai.
Berlaku Nasional dan Internasional
Proses pendaftaran sertifikat halal dapat dilakukan di seluruh perwakilan BPJPH di Indonesia. Pemeriksaan produk pun dapat dilakukan LPH sesuai pilihan pelaku usaha. Begitu pula sidang fatwa tidak selamanya oleh MUI Pusat.