Sudah dua bulan Minah bekerja di rumah ini, perlakuan Pak Bram dan Bu Soraya baik sekali terhadap semua pegawai. Hal ini membuat Minah kerasan apalagi hubungannya dengan pegawai lainnya sudah seperti saudara, sering bercanda dan saling bantu.
Ini Hari Minggu, Tito pulang kampung, Barno yang tukang taman juga libur. Yu Siti juga ijin karena anaknya sedang sakit. Pak Sukir sedang mengantar Bu Soraya arisan. Hanya ada Yadi, satpam yang jaga di depan. Minah masih sibuk memukul-mukul daging yang akan dibuatnya rendang nanti sore.
Tanpa sepengetahuannya, Pak Bram memperhatikan Minah dari ruang tengah. Sejak berjabattangan dulu, Pak Bram sudah menaruh simpati pada Minah. Waktu berduaan di rumah seperti inilah yang ditunggu-tunggu Pak Bram.
Segera dipanggilnya Minah :”Minah tolong buatkan teh panas gak pake gula”
“Ya pak” Minah dengan cekatan membuat teh panas tawar dan mengantarkannya ke ruang tengah.
“Silahkan pak” kata Minah sopan sambil membungkuk.
“Makasih Minah”
“Eh sini sebentar Minah” seru Pak Bram begitu melihat Minah buru-buru mau berlalu. Minah membalikkan badannya.
“Duduklah di sini” tangan Pak Bram menunjuk sebelah sofa yang didudukinya.
“Tapi pak ....”
“Sudahlah ayolah duduk di sini tidak apa-apa”, kali ini Pak Bram bangkit dari sofa dan memegang bahu Minah menuntunnya untuk duduk di dekatnya.