Banyak pula klien perusahaan yang besar dan ternama melakukan free pitching yang tidak memanusiakan desainer grafis sesuai dengan laba perusahaan mereka yang berlimpah. Hal tersebut juga membuat harga desain menjadi merosot dan tidak adanya penghargaan terhadap hasil kerja keras desainer grafis. Dampak yang dapat dirasakan untuk klien juga membuat namanya sendiri menjadi buruk karena tidak memiliki potensi kerja yang bagus.
Sebagai contoh pertama, ada sebuah perusahaan cokelat ternama dan beromset tinggi yang berjulukan cokelat asli Swiss yang bergambarkan orang bermain ski. Pertemuan seorang desainer dengan perusahaan cokelat tersebut mengikutsertakan desainer untuk proses pitching desain label cokelat edisi Valentine's Day. Apabila projek diterima maka akan mendapatkan biaya *juta rupiah saja. Hanya satu digit bintang saja, dengan omset yang sangat besar. Dari studi kasus tersebut dapat dilihat bahwa ada perusahaan besar yang menjadi klien namun masih meremehkan dan melecehkan sebuah profesi. [1]
Kedua, sebuah cerita dari kawan saya, seorang desainer grafis asal Jakarta yang mengemukakan keresahannya kepada saya, mengatakan bahwa ia pernah diajak untuk pitching oleh perusahaan berbentuk PT yang telah berdiri sejak tahun 1980. Berhubung perusahaan tersebut sudah merupakan perusahaan yang kondang di Indonesia, ia sangat mempercayai proses kerjanya akan profesional
Namun, pertemuan desainer dan penanggung jawab telah memilih kawan saya desain dari desainer grafis asal Jakarta itu untuk dipakai dan hanya dihargai sebesar 10juta saja. Padahal perusahaan tersebut merupakan perusahaan ternama dengan profit yang sangat besar mencapai miliaran.
 Adapula sebuah cerita dari seorang freelance designer asal kota Bandung, Jawa Barat telah mengikuti pitching dari perusahaan pakaian multinasional yang sangat terkenal dikalangan anak muda jaman sekarang untuk membuat konsep dan contoh campaign edisi Natal yang akan
digunakan untuk sarana promosi perusahaan tersebut di bulan Desember. Namun, ketika desainnya terpilih dan sudah menetapkan harga, perusahaan tersebut menawar harga desain yang telah di tetapkan oleh desainer. Dari harga 15 juta, perusahaan tersebut menawar hanya dapat memberikan harga 8 juta rupiah saja. Padahal untuk kelas perusahaan pakaian yang sangat terkenal di Indonesia tersebut seharusnya dapat membayar lebih.
Sudut Pandang Klien
      Apabila melihat dari masyarakat lokal sendiri, hasil wawancara dengan seorang pengusaha muda di Malang Raya yaitu pemilik sebuah pabrik minuman lokal, beliau mengatakan bahwa desain sangat berpengaruh terhadap usaha mereka. Tidak hanya dalam segi branding saja, namun desain packaging dan elemen lain yang terlahir sebagai karya visual berpengaruh terhadap hasil penjualan mereka. Ketika membuat packaging minuman sangat dipertimbangkan  dan melalui proses pembuatan desain yang cukup lama.Â
Dikatakan juga karena perusahaan tersebut mempertimbangkan kebanyakan konsumen sebelum membeli sebuah produk, konsumen selalu melihat kualitas dari desain suatu produk, apabila menarik dan sesuai dengan target pasar maka konsumen akan dengan antusias membelinya. Namun, mereka mengatakan bahwa mereka tidak mau mengeluarkan biaya yang besar untuk sebuah desain karena sudah banyak orang yang dapat mendesain namun bukan dari kalangan profesi desainer sehingga harganya lebih murah dari seorang yang berprofesi sebagai desainer. Apabila mereka mengeluarkan biaya lebih untuk suatu desain, maka profit yang mereka dapatkan akan berkurang untuk menutupi biaya desain.
      Kasus lainnya juga, awal tahun 2018 yang lalu media sosisal dihebohkan dengan adanya sayembara untuk membuat desain logo Malang United yang berhadiah uang satu juta rupiah dan merchandise dari Malang United. Sayembara tersebut dibully oleh netizen karena kurangnya apresiasi terhadap desainer-desainer grafis. Presiden Malang United dalam detiksport menjawab pertanyaan dengan tidak simpatik dan bernada tinggi "Iya terserah kami, awalnya menuruti masyarakat, sekarang malah begitu".Â
Tanpa melakukan permintaan maaf, sayembara tersebut masih tetap dilangsungkan dan poster ditarik namun terdapat pemberitahuan bahwa hadiah akan ditambah smartphone Samsung Galaxy S8+.[2] Dari kasus ini dapat dikatakan bahwa orang-orang dari kalangan manapun kurang dapat menghargai karya desain grafis dan dianggap sebelah mata. Orang tidak mempertimbangkan profit yang akan didapat dengan perjuangan berfikir kreatif para desainer grafis. Kejadian itu membuat citra Malang United menjadi buruk dan hubungan dengan pekerja kreatif menjadi disharmonis karena kurangnya apresiasi terhadap pekerja kreatif.