Di samping itu motivasi mengingatnya akan terpacu. Bagaimana tidak? Ketika dibiasakan untuk bercerita, anak akan mencoba menyimpan apa yang dikerjakan, apa yang dilihat ketika liburan.
Apalagi jika setelah anak mampu bercerita kepadanya diberikan reward yang membuatnya senang. Sebuah pujian atau tepuk tangan saja sudah mampu menjadikan semangatnya terus menggelora.
Yang terjadi kadang ketika anak TK sering melaporkan sebuah kejadian atau peristiwa yang dilihatnya malah disuruh diam. Akhirnya memorinya mengingat bahwa peristiwa yang diingatnya dan laporannya adalah kesalahan.
Dari kejadian di atas, lambat laun akan menjadikan anak TK cuek bebek pada sekitarnya. Menjadi pendiam adalah lebih baik, begitu kata hatinya. Maka membeolah akhirnya. Dan pada saat ada kegiatan bercerita, anak diminta bercerita mereka diam seribu basa.
2. Anak SD
Untuk anak SD barangkali dapat kita kategorikan menjadi dua. Yaitu kelas rendah (1-3) dan kelas tinggi (4-6).
Untuk kelas rendah mungkin masih tepat jika anak sesering mungkin diminta untuk menceritakan apa yang dilihat dan dikerjakannya. Walau berbeda dengan anak TK, tetap saja materi cerita berkaitan dengan apa yang dilihat dan dikerjakan namun dengan cerita yang lebih panjang.
Mereka diminta bercerita di depan kelas dan didengar oleh taman-temannya. Jika belum terbiasa menggunakan bahasa Indonesia, bahasa ibu pun tak mengapa. Yang penting bercerita.
Bagaimana pun tetap saja diyakini, dengan sering bercerita nalar berpikir akan semakin meningkat dari pola berpikir yang kurang teliti menjadi semakin teliti.
Sementara untuk kelas tinggi, tingkat kesukarannya mulai meningkat. Jika kebiasaan bercerita sudah mendarah daging dibiasakan di kelas sebelumnya, maka ketika diminta bercerita pasti anak kelas tinggi tidak canggung lagi.
Nah, kalau yang diceritakan adalah tentang apa yang dilihat dan dikerjakan peningkatannya dimana?
Maka dari itu, untuk kelas tinggi maka mereka diminta untuk menceritakan apa yang telah dibaca, apa yang telah ditonton dengan bahasa Indonesia.