Keluarga Tiwi sungguh terpukul. Anak cewek satu-satunya telah menjadi korban keganasan cowok Gang Rumpun. Sekejam itukah cowok Gang Rumpun? Bahkan tetangga sendiri dimakan juga. Jadi sasaran kebejatan napsu biadab mereka. Bagaimana orang tua mereka di sana mendidik anak-anaknya.
Walau pun keluarga Tiwi bukan penduduk asli. Setidaknya mereka telah menghuni Gang Rumpun hampir dua puluh tahun. Bahkan Tiwi dilahirkan di Gang Rumpun. Artinya Tiwi adalah bagian dari mereka. Tapi mengapa Tiwi jadi korban?
Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi hati keluarga Tiwi. Kesedihan dan amarah bercampur jadi satu. Main hakim sendiri? Siapa yang jadi sasaran? Siapa yang melakukan?
+++++
Di ruang pemeriksaan Dimas mengetahui, bahwa Tiwi menjadi korban pembunuhan disertai perkosaan. Hatinya sangat sedih. Cewek tang begitu dicintainya telah tiada. Korban perkosaan pula. Amarahnya meledak. Sedihnya bergejolak.
Sekarang malah dirinya dicurigai jadi tersangka. Terkurung dalam kamar pemeriksaan. Sudah setengah jam didiamkan. Sendiri. Tak ada interaksi. Dimas merenungi apa yang telah terjadi. Juga tentang penantiannya tadi malam. Tentang marahnya karena janji yang tidak ditepati. Hingga marahnya terbawa dalam mimpi.
"Ini, Mas. Silakan sarapan dulu." kata seorang anggota polisi berpakaian preman masuk ruangan membawa nasi bungkus dan teh hangat dari gelas plastik.
"Terima kasih, Pak," kawan Dimas meraih nasi bungkus dan memakannya.
Dimas kemudian ditinggalkan sendirian lagi menghabiskan sarapannya. Hingga beberapa menit kemudian dua orang memasuki ruangan pemeriksaan lagi.
"Kita mau melakukan penyelidikan. Silakan, Mas jawab secara jujur ya. Katakan saja apa yang Mas ketahui. Tak usah ada yang ditutupi. Akan kami bantu sebisa kami."
"Iya, Pak."