Bunyi gemuruh terdengar.
Derap kuda prajurit berseragam putih terdengar kencang memasuki kota bertembok tinggi yang kini tak berdaya setelah dikepung berbulan-bulan. Daripada mati kelaparan, para penduduk kota membiarkan para penyerang masuk sambil berharap pada belas kasihan yang mungkin masih tersisa.
Selalu ada belas kasihan.
Penduduk kota dibiarkan hidup sebagaimana mulanya. Kewajiban mereka hanyalah melewati kamera pengenal wajah untuk mencocokan ulang data transaksi harian.
Di sini tidak ada kemiskinan. Tidak ada kelaparan. Semua orang diberikan uang dalam jumlah cukup sesuai skor sosial mereka. Mereka membelanjakan apa yang seharus mereka belanjakan. Mereka menerima rawatan wajib. Mereka menuruti norma umum.
Tidak ada lagi perang. Tidak ada lagi kekuatan utama. Keseimbangan semesta adalah keseharian. Masyarakat damai menuju pusat perbelanjaan, mengakses layanan publik, melakukan transaksi keuangan, cukup melewati gerbang digital. Dahi dan lengan terlalu berharga di dunia yang damai ini.
Di sini batu-batu penyusun piramida dipertukarkan dengan tanah liat Istana Babilonia. Musik indah sungai Gangga mengiringi pujangga negeri Persia. Lonceng-lonceng di Mosgul terdengar hingga tanah jauh Visigoth.
Di sini, burung wallet terbang rendah melintasi jalan sutera hingga tiba di kolam istana Koguryo. Memberi nyanyian bagi pesiarah yang duduk di depan perangkat digital seturut niat devosi yang pasti virtual.
Kapal-kapal Athena kini berlabuh di pantai Afrika, mengangkut batu bara sebagai sumber tenaga mobil listrik. Para imam berkumpul dalam perayaan korban yang pertama sejak ribuan tahun ritual itu tidak lagi dilakukan. Musik indah dibawakan oleh penyanyi bebas gender dalam orakel temeram nan teduh.
Sampai akhirnya jutaan robot bergerak maju menuju batas gerbang kota di bawah bunyi helikopter yang terbang lalu lalang.
"Arrrrgggggghhhhhhh!!!!........"