"Ibu merasa seperti orang dengan gangguan jiwa."
"Tidak, Bu. Kita mengunjungi psikolog untuk konseling. Jika memang diperlukan, paling banter ibu menjalani terapi "
Bu Sri duduk di bangku tengah. Tepat di belakang Menik. Suami Menik yang mengemudikan kendaraan siang ini. Guru Bisma duduk di samping Bu Sri. Sementara kedua anak Menik sebagaimana biasa duduk di deretan bangku belakang.
Jalan raya di selatan Jakarta yang tidak pernah lepas dari kemacetan terkadang memberi hiburan. Seperti juga siang ini. Pada hari libur. Â Gerak lambat kendaraan akibat pembangunan infrastruktur di kawasan Kuningan menganugrahkan kepada Menik lebih banyak canda. Juga lebih banyak lagu dari stasiun radio favoritnya.
"Apa yang membuat Ibu khawatir mengunjungi psikolog?," suami Menik bertanya.
"Takut ketemu wartawan aja, Mas." Suara canda Bu Sri menutupi sayup vocal Nadin Amizah dari perangkat audio mobil.
"Hahahaha" Koor tawa memenuhi mobil.
"Memangnya Eyang Uti, artis?" sanggah putri Menik.
"Iya, dong. Cuma sudah lamaaaaaaaaaa sekali."
"Kapan itu, Uti?" putra Menik menyelidik.
"Saking lamanya sampai Uti sudah lupa."
"Ah, Uti berkhayal." Protes putra Menik segera.