Mohon tunggu...
Rooy John
Rooy John Mohon Tunggu... Administrasi - Cuma Orang Biasa

God gave me a pair of wings Love and Knowledge With both, I would fly back home to Him

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Muara (19)

25 April 2022   00:19 Diperbarui: 25 April 2022   00:22 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Amis bau tubuhmu bercampur kengerian.  Lelehkan bahaduri di bawah kilau dasa mahkota. Lautkah yang memahat aksara penuh hujat pada tujuh kepalamu?  Suah ditutur. Kaki manusia berlari pada pesona yang entah bermula dari mana.

Guruh masuk ke ruang kerjanya. Danang dan Rian, dua operator lain, sudah duduk di depan screen masing-masing. Serius. Tidak sepatah kata pun keluar dari bibir mereka. Mungkinkah mereka tidak melihat kehadiran Guruh.  

 

 

Guruh berdiri di samping meja kerjanya. Menatap kedua temannya. Melambai. Tapi tidak ada respons apapun. Apakah aku berada di matrix yang lain? Guruh mencandai dirinya sendiri. Tetapi ia kemudian berjalan ke luar ruangan. Setelah empat langkah menjauhi pintu, ia membalikkan badan.

Sekarang ia kembali. Berdiri di ambang pintu. Mengetuk.

Tok!Tok!Tok!“

Sugeng enjang Gusti Kanjeng Prabu. Nyuwun pangapura. Kawula bade madhep Kanjeng Prabu Danang.”Guruh membuka topinya. Diletakan di perutnya. Menunduk penuh hormat ke arah Danang.

Asem.” Danang melempar gulungan kertas di atas mejanya. Guruh menghindar ke samping sambil tertawa.

Kowe digoleki Pak Joko, Ruh. Soko isuk.” Rian berkabar.

“Hah? Ada apa?”

Emboh. Jarene Cindy jaluk pertanggunggungjawabanmu.”Danang tertawa terbahak.

Tanpa komando, Guruh berlari kembali ke arah tangga. Ruang operator, administrator dan supervisor IT terletak di lantai 4. Sementara ruang Kepala Dinas dan Sekretaris ada di lantai 1. Jika ada panggilan pimpinan kepada siapapun di ruang IT,  itu terdengar seperti perintah menyerang Benteng Takeshi. Karenanya stok kebugaran fisik dan mental selalu disiapkan lebih.

Guruh masuk ke ruangan Pak Joko. Sekretaris Dinas dan Cindy sudah duduk di sofa tamu.  Pak Joko sendiri masih tetap berada di belakang meja kerjanya.

“Ruh, Cindy mau minta pertanggungjawaban,”sambut Pak Joko saat Guruh maju dan menjabat tangannya.

“Hah? Pertanggungjawaban, Pak?,” Guruh terkejut.

“Iya. Pertanggungjawaban pekerjaanmu tahun lalu. Kamu tanda tangani dulu. Biar honor pekerjaanmu dan teman teman bisa dibayar.”

“Oh….kirain pertanggungjawaban apa, Pak.”

Sekretaris Dinas tertawa terbahak-bahak melihat reaksi spontan Guruh. “Memang kamu sama Cindy ada apanya? Diminta pertanggungjawaban kontrak saja pucat pasi mukamu.”

“Ya, gak ada apa-apa juga, Pak Ses. Tapi batas antara saksi dan terdakwa kan setipis kulit bawang,”Guruh membela diri.

“Cocotmu…..”sela Pak Joko.

Gelak tawa memenuhi seisi ruangan Pak Joko.

Satu hal penting untuk diingat. Jika seseorang bekerja sebagai staf atau juga pekerja lepas di kantor pemerintah, jangan pernah menjaga jarak komunikasi dengan pimpinan. Menghormati tugas mereka itu kewajiban. Tetapi menjauh dengan alasan sungkan dan malu itu cema.

“Kamu tiba dari Wonosobo, kapan?’, Sekretaris Dinas bertanya.

“Baru, Pak Ses. Ada lima belas menit ini.”Guruh mengambil tempat duduk di depan Cindy.

Dalam banyak situasi, pimpinan kita memainkan peran sentral sebagai manajer, ahli, risk taker, objective director dan decision maker. Mereka Superman. Wonder woman. Dipuja. Dijunjung. Semua anugrah yang memisahkan mereka dari orang biasa. Dari kehidupan biasa. Dari kegembiraan biasa. Dari semua yang biasa.

“Apa oleh-olehnya?’ Pak Joko menggoda.

“Capek oleh-olehnya,Pak.” Guruh menjawab serius.

Koor bariton menggema dari paduan tawa Pak Joko dan sekretarisnya.

Pada akhirnya, orang-orang luar biasa ini berubah menjadi pribadi tertulah. Terjerembab dalam sepi. Tertawan kekosongan. Disesah kegelisahan. Dihantui kesendirian. The eagle flies alone.

“ Bagaimana kabar Bapak Ibumu?” Pak Joko bertanya.

“Puji Tuhan. Sehat, Pak. Kemarin sempat akrobat di Wonosobo?”

“Akrobat?,”

“Itu, Pak….mini bus yang ditumpangi ke Selomerto sempat terbang naik trotoar.”

“Masya Allah. Bagaimana kondisi Bapak Ibumu?”

‘Hanya memar-memar, Pak. Sudah kembali lagi ke Bogor.”

“Syukurlah.”

Karenanya, bertindaklah seperti Guruh. Patuh dalam laku. Setia dalam janji. Juga iklas dalam mendampingi. Ia selalu mengirimkan pesan teks kepada Pak Joko dan Pak Sekretaris setiap hari. Ia menyempatkan datang menyapa mereka setiap minggu. Ia selalu menjadwalkan pertemuan setiap dua minggu.

Tidak ada pembicaraan tentang pekerjaan. Tidak juga diskusi perihal urusan kantor. Semuanya kisah tentang dunia di luar sana. Dunia yang tidak membutuhkan warna merah plat kendaraan bermotor.

“Guruh, sambil ngobrol…ditandatangani dulu laporannya,” Sekretaris Dinas mengingatkan.

“Siap, Pak.”

Cindy menyodorkan tiga buah prosiding. Guruh memeriksanya sebentar. Dibacanya semua buku laporan itu dan ditandatanganinya.

“Setelah dari sini ke ruangan saya ya, Mas,” Cindy memelawa.

Pak Joko masih berbincang bersama Sekretaris Dinas, Cindy, dan Guruh sampai waktu menjelang istirahat siang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun