“Masya Allah. Bagaimana kondisi Bapak Ibumu?”
‘Hanya memar-memar, Pak. Sudah kembali lagi ke Bogor.”
“Syukurlah.”
Karenanya, bertindaklah seperti Guruh. Patuh dalam laku. Setia dalam janji. Juga iklas dalam mendampingi. Ia selalu mengirimkan pesan teks kepada Pak Joko dan Pak Sekretaris setiap hari. Ia menyempatkan datang menyapa mereka setiap minggu. Ia selalu menjadwalkan pertemuan setiap dua minggu.
Tidak ada pembicaraan tentang pekerjaan. Tidak juga diskusi perihal urusan kantor. Semuanya kisah tentang dunia di luar sana. Dunia yang tidak membutuhkan warna merah plat kendaraan bermotor.
“Guruh, sambil ngobrol…ditandatangani dulu laporannya,” Sekretaris Dinas mengingatkan.
“Siap, Pak.”
Cindy menyodorkan tiga buah prosiding. Guruh memeriksanya sebentar. Dibacanya semua buku laporan itu dan ditandatanganinya.
“Setelah dari sini ke ruangan saya ya, Mas,” Cindy memelawa.
Pak Joko masih berbincang bersama Sekretaris Dinas, Cindy, dan Guruh sampai waktu menjelang istirahat siang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H