Menik tersenyum. “Berarti Ibu sudah sembuh.”
“Kenapa?”
“Karena Ibu sudah bisa berdebat.”
Bu Sri tersenyum. Memiliki anak perempuan itu anugrah bagi setiap ibu. Mereka bukan saja tempat bertukar kisah dan kesah. Mereka juga kembaran jiwa yang dapat merasa semua yang tidak terucap dan mengerti semua yang tidak dinyatakan.
“Kapan Guruh tiba?,”Bu Sri bertanya kepada putra bungsunya yang duduk di sebelah kirinya.
“Baru saja. Paling setengah jam,”jawab Guruh. “Mbak Menik menilpun aku pagi tadi. Tapi masih ada kerjaan di kantor. Baru bisa berangkat agak siang.”
‘Kamu pakai apa dari Semarang?”
“Pakai motor lah, Bu, Adanya cuma motor,”Guruh tertawa.
“Kenapa tidak naik bus? Lebih aman.”
“Nanti aku ikut-ikutan Bapak dan Ibu. Pakai acara lompat trotoar segala,” canda Guruh.
Bu Sri tersenyum.