4. Koordinasi antara Pemerintah dengan DPR kurang baik; dan
5. Prolegnas tidak mengikat.
Selain itu, disimpulkan pula adanya dua kelompok faktor yang berpengaruh dalam penyusunan prioritas legislasi. Pertama, kelompok faktor kepentingan modal dan kekuasaan, yang terdiri dari (i) Tekanan Internasional (Negara dan Organisasi Internasional); (ii) Dukungan Finansial Domestik dan Internasional (sponsorship); dan (iii) Kepentingan Politik Praktis Menjelang Pemilu 2004. Kedua, faktor dalam hal kinerja DPR.
Dalam UU No. 10 Tahun 2004, pembuatan Prolegnas masuk dalam tahap "perencanaan". Pembuatan Prolegnas dikoordinasikan oleh Badan Legislasi (Baleg). Prosesnya diatur dalam Pasal 16 UU No. 10 Tahun 2004 dan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 61 Tahun 2005 tentang Tata Cara Penyusunan dan Pengelolaan Program Legislasi Nasional.
Dalam masukan PSHK yang disampaikan kepada Baleg pada 11 November 2004, ketika DPR dan pemerintah pertama kali mengimplementasikan ketentuan mengenai Prolegnas dalam UU No. 10 Tahun 2004, ada beberapa rekomendasi yang disampaikan. PSHK menyoroti kelemahan dalam penyusunan prioritas selama ini. Salah satunya adalah ketiadaan parameter yang jelas dalam menentukan UU mana yang akan dijadikan prioritas. Penyebabnya antara lain adalah prosesnya yang lebih banyak diwarnai oleh daftar topik tanpa penjelasan mengenai masalah yang ada, signifikansi dan urgensi, pokok-pokok pengaturan, serta ruang lingkup peraturan. Prosedurnya pun biasanya berupa pengumpulan daftar usulan tanpa pembahasan. Selanjutnya dalam masukan tertulis tersebut, PSHK menyampaikan rekomendasi konkrit mengenai proses penyusunan Prolegnas, meliputi:
a. Harus ada visi dan metode yang jelas dalam menyusun prioritas legislasi;
b. Harus ada pelibatan Dewan Perwakilan Daerah (DPD);
c. Prolegnas harus disusun secara partisipatif dan dikerjakan dalam waktu yang cukup; dan
d. Harus ada proses evaluasi dalam proses penyusunan Prolegnas.
Sedangkan rekomendasi sehubungan dengan implementasi penyusunan Prolegnas mencakup tiga butir, yaitu:
a. Harus ada mekanisme evaluasi tahunan;