Walikota meloncat ke perahu. "Ayo kita pergi". Menyuruh anak buahnya naik, tapi semua menolak. "Kenapa kalian?"
Gelengan dan kibasan tangan jawaban jelas. Persekutuan terjalin tanpa suara. Kebingungan menikam walikota. Dengan terpaksa mengerahkan tenaga menghela perahu sendirian.Â
"Semoga daratan menemuimu". Gerutuan berhamburan, paras sengit melunjak-lunjak.
Air tersibak diiris moncong perahu. Alurnya pelan. Kekuatan tangan terhalang karena keterbatasan daya. Tapi hati menuntut agar cepat menyingkir dari jangkauan penentang. Dayung bergerak sekenanya karena bukan hal mudah. Ia kewalahan. Perahu dirasa lamban nan berat. Tiada mengira kalau berat badannya menyedot perahu. Tubuhnya memaksa perahu masuk ke air akibat sobekan misterius hasil kejengkelan.
Dari jauh, pandangan orang-orang belum lepas. Kebingungan yang dialami walikota menarik perhatian.
"Ada apa dengan perahunya?". Walikota panik. Badannya dihisap air. Tangan memukul-mukul bentangnya. "Tolong...tolong..." Lamat-lamat permohonan itu terlempar. Tapi bagaimana mau menolong? Situasinya begitu buruk dan semua tanpa harapan.
Senyum rubah tergurat dari salah satu ajudannya. Balasan buat pemimpin egois. Semoga air menelanmu.
Kecipak air menyisakan napas sebelum tekanan memberangus tubuh walikota hingga tenggelam.[]Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H