Bajingan merupakan kuliner rakyat jelata. Kudapan ini tercipta dari masa-masa ketertindasan kala penjajahan. Merasa tak sanggup membeli kue-kue kaum elitis-priyayi dan para sinyo tuan, kaum jelata menciptakan kudapan yang bahan bakunya berasal dari kebun mereka.Â
Singkong tinggal cabut. Gula Jawa dibuat dari cairan nira pohon aren, siwalan, kelapa yang bunganya tinggal disadap. Daun pandan tinggal petik. Garam diperoleh memakai sistem barter dengan pedagang atau nelayan pesisiran.
 Semua bahan itu diramu sedemikian rupa hingga berujud bongkahan singkong yang lumer. Singkong berasa manis gurih karena dekapan santan kelapa bersinergi gula merah ditambah wangi sobekan daun pandan diciprit sedikit garam. Bila singkongnya bagus, bajingan akan terasa empur dimulut.
"Leluhur desa ini sebagian besar bajingan. Termasuk simbahmu, Yu". Dengan bersila, beliau mendongengkan hal ihwal tentang desa kami. "Ada makna dibalik kata Bajingan. Badan Jiwa Keranjingan. Artinya, para sopir gerobak sapi gila kerja, karena dengan bekerja, tubuh serta jiwa menjadi sehat"
"Bukannya bagusing jiwo angen-angening pangeran (orang baik yang dicintai Tuhan)", Protesku
"Itu juga bisa", kata mbah Kabul mengiyakan.
"Rasah ngeyel nek dikandani wong tuwo", balas Margono sinis.
"Mbah harap polemik bajingan disudahi. Sesama keturunan bajingan kudu guyub rukun. Jangan sampai kearifan lokal didesa kita hilang", pesan mbah Kabul kembali.
Samar-samar irama musik ndangdut menyeruak diantara obrolan kami. Lagu bujangan memantul-mantul keluar dari radio transistor. Suara khas Rhoma Irama menghipnotis Lik Tarjo. Pria itu mengikuti senandungnya dengan mengganti liriknya.
Katanya enak menjadi bajingan
Ke mana-mana tak ada yang larang