"Bocah kuwi aku ngerti". Pak Dirman menengadah lama. "Sebenarnya tidak perlu. Aku tidak butuh penghormatan. Berjuang itu keikhlasan".
Sebagian pernyataan beliau tidak aku setujui. Apapun maksud dibalik pembangunan monumen ini, adalah baik bagi generasi bangsa supaya mengetahui sejarah perjuangan para pahlawannya.
Kami duduk mengelesot. Mengambil sobekan bayangan. Tatapan Pak Dirman menjelajah  seantero tempat. Diamnya memunculkan dugaan-dugaan.
"Saiki sopo presidenne?"
"Joko Widodo"
"Presiden ke piro?"
"Ke delapan, itu jika Syafruddin Prawiranegara diikutkan", kataku.
Ketika  presiden Soekarno dan wakil presiden Muhammad Hatta ditangkap dalam agresi Belanda II, Syafruddin Prawiranegara ditugaskan membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatera. Dalam keputusan rapat di Bukit Tinggi, Sjafruddin ditunjuk sebagai ketua PDRI. Dengan wakilnya Teuku Mohammad Hasan. Mereka membentuk kabinet pemerintah darurat.
"Merdeka seko taun '45 muk  wolong presiden?". Dari pada salah mengerti, aku mencoba jelaskan sebisa mungkin, bahwa, intrik dikalangan elitis penyumbang kegaduhan-kegaduhan di republik ini. Ada presiden yang diturunkan paksa, difitnah, memimpin beberapa bulan saja, ditolak pertanggungjawabannya, dan....
"...Suharto paling lama menjadi presiden", jelasku
"Suharto? Anak buahku?". Kepalaku mengangguk, mengiyakan.